TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya mengatakan gempa yang terjadi di Yogyakarta, Rabu, 11 November 2015, tidak berhubungan dengan gempa yang terjadi di Alor pada 4 November 2015. "Tidak ada kaitannya dengan yang di Alor, garis lempengnya berbeda dan ruwet," kata Andi saat dihubungi Tempo, Kamis, 12 November 2015.
Menurut Andi, gempa yang berpusat di selatan Pulau Jawa ini juga tidak berpotensi tsunami karena intensitas yang terjadi di bawah 6,9 skala Richter. Gempa tersebut juga terjadi karena gerak vertikal lempengan. "Istilah di geofisika sesar turun, mungkin bahasa awamnya gerak vertikal karena gravitasi," katanya. Andi berujar, lazimnya setelah gempa akan disertai gempa susulan. Akan tetapi, tidak akan sebesar gempa pertama.
GEGER SKANDAL PETRAL
SKANDAL PETRAL: Inilah MR, Mister Untouchable di Era SBY
SKANDAL PETRAL: Tuan MR Sering Disebut di Era Presiden SBY
"Intensitas gempa susulan selalu lebih rendah," katanya. Andi menjelaskan, tingkat bahaya suatu gempa tergantung beberapa hal. Tergantung lokasi di darat atau laut dan tergantung pada gerak tektoniknya vertikal atau horizontal. Selain itu, tergantung pada kedalaman. "Jika 5,6 SR terjadi di darat dengan episentrum yang dangkal untuk gerak apa pun dampaknya sangat merusak."
Gempa kembali dirasakan warga Yogyakarta pada Rabu, 11 November 2015, pukul 18.45, dan berpusat di Samudra Indonesia, 120 kilometer barat daya Bantul, Yogyakarta, dengan kedalaman 93 kilometer. Berdasarkan informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, gempa dirasakan hingga Cilacap, Purworejo, Kebumen, Banjarnegara, Temanggung, Pacitan, hingga Trenggalek. Saat ini, BPBD masih melakukan pemantauan di lapangan.
ARKHELAUS WISNU
BERITA MENARIK
BNI Salah Transfer Rp 5 Miliar, Kok Tak Ada yang Rugi?
Kisah Tewasnya Hijaber UNJ, Begini Sifat Si Cantik