TEMPO.CO, Rembang - Bangunan ibadah penganut kepercayaan Sapta Darma di Dukuh Blando, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang sempat dirusak dan dibakar massa bakal direlokasi. Keputusan itu dilakukan setelah penganut kepercayaan Sapta Darma dengan forum masyarakat Kragan bertemu difasilitasi pemerintah daerah setempat. “Pemda memfasilitasi terwujudnya sanggar. Sedang dicarikan lokasinya,” kata Ketua Persatuan Sapta Darma (Persada) Kabupaten Rembang, Sutrisno, Rabu, 11 November 2015.
Selain merelokasi bangunan, pertemuan antar-kelompok masyarakat itu menghasilkan kesepakatan hidup berdampingan secara damai. Sutrisno menegaskan yang direlokasi hanya bangunan tempat ibadah yang saat ini masih proses pembangunan. Adapun masyarakat yang menjadi pengikut kepercayaan tak ikut direlokasi. ”Masih berdampingan secara damai,” ujar Sutrisno.
Menurut dia, pertemuan yang dihadiri pejabat bupati Rembang, kepala kepolisian dan komandan distrik militer itu sepakat tak mengusut tindakan perusakan. Kesepakatan itu sebagai jalan kekeluargaan antar-kedua kelompok.
Sanggar Sapta Darma dibakar massa pada Selasa, 10 November 2015, sekitar pukul 10.30 WIB. Rumah ibadah penganut kepercayaan Sapta Darma di Dukuh Blando, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dibakar saat dalam proses pembangunan candi yang diberi nama candi Busono.
Tercatat di Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, terdapat seratus orang penganut kepercayaan Sapta Darma. Jumlah itu mencapai 250 orang bila dihitung dengan jumlah jemaah se-Kabupaten Rembang.
Sutrisno menyatakan lembaga penganut kepercayaan Sapta Darma yang ia pimpin sudah terdaftar di kantor kesatuan kebangsaan politik dan perlindungan masyarakat setempat. “Selain itu kami juga sudah terdaftar di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata,” katanya.
Kepala Kepolisian Resor Rembang Ajun Komisaris Besar Winarno membenarkan tak melanjutkan pengusutan perusakan bangunan ibadah penganut kepercayaan Sapta Darmadi. Winarno menjelaskan keputusan itu bagian dari kesepakatan kedua belah pihak warga yang difasilitasi pemerintah daerah yang melibatkan aparat kepolisian. “Untuk menghindari konflik lebih panjang lagi, ini demi menjaga perdamaian,” kata Winarno.
Menurut Winarno, perusakan ibadah penganut kepercayaan Sapta Darma hanya menimbulkan kerusakan ringan karena bangunan sedang proses pembangunan. “Hanya kusen dan sebagian kecil, karena bangunan masih dalam bentuk tembok tanpa atap genteng,” katanya.
Ia menjelaskan, bangunan yang sempat dirusak akan dijadikan rumah tinggal, sedangkan pengurus penganut kepercayaan Sapta Darma mencari lokasi lain dibantu pemerintah daerah.
EDI FAISOL