TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh menolak sidang International People Tribunal atau Sidang Rakyat Internasional terkait tragedi 1965. Sidang itu digelar pada 10-13 November 2015 di Den Haag, Belanda. "Soal di Den Haag itu bukan cuma kurang ajar," kata Budayawan Taufiq Ismail dalam acara Bedah Buku Ayat-Ayat yang Disembelih, di Jakarta, Selasa, 10 November 2015.
Taufiq menilai pengadilan yang dilakukan di Belanda ini tidak tepat. Ia heran kenapa persidangan justru di lakukan di Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama beratus-ratus tahun.
Selain itu, Taufiq berpendapat aneh jika Belanda campur tangan padahal Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia secara hukum. Oleh karena itu, ia memprotes dengan dilaksanakannya sidang itu.
Penolakan juga dilontarkan oleh budayawan Ridwan Saidi. Menurutnya, sidang di Den Haag itu tidak memiliki legitimasi. "Mahkamah Internasional tidak punya dasar mengadili ini," ujar Ridwan.
Ridwan meminta pemerintah Belanda berkaca terhadap dirinya sendiri. Ia menilai Belanda tidak punya hak untuk mengadili, justru Indonesia yang seharusnya mengadilinya. Ia menuding pihak asing hanya akan memperkeruh suasana saja.
Ketua Panitia acara ini Faturrahman juga mengatakan bahwa ia dan gerakan pemuda lain akan menolak tentang sidang di Den Haag itu. Menurut dia, setelah ini akan dikumpulkan ormas yang mendukung penolakan persidangan tersebut. "Negara kita kan negara hukum, jadi kami akan mengirimkan secara formal juga," ujar dia.
Sejumlah tokoh yang mengalami peristiwa 1965 juga turut hadir. Ketua Gerakan Bela Negara Budi Sudjana, serta Muslikh Zainal Asikin. Mereka juga turut menolak sidang di Den Haag, Belanda.
Hari ini, sidang International People Tribunal 1965 dilakukan di Belanda. Sidang ini dilakukan mulai hari ini, Selasa, 10 November hingga 13 November mendatang. Sidang ini juga turut melibatkan 100 relawan. Pengacara Nursyahbani Katjasungkana dan Todung Mulya Lubis juha dikabarkan akan berangkat melawan pemerintah Indonesia di hadapan 7 orang hakim dan 6 jaksa dari mancanegara.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI