TEMPO.CO, Semarang - Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah menyarankan agar umat Islam Indonesia menjalankan ibadah haji hanya sekali seumur hidup. Rekomendasi MUI dalam lokakarya dan seminar "Reinterpretasi Kewajiban Melakukan Ibadah Haji bagi Umat Islam" di Semarang itu mempertimbangkan aspek norma Islam dan pertimbangan sosial.
“Dasar kami Al-Quran dan hadis yang mewajibkan haji hanya sekali seumur hidup. Selain itu, pertimbangan sosial agar bisa mengurangi antrean,” kata anggota tim perumus komisi rekomendasi, Abu Rokhmad, saat ditemui Tempo, Kamis 5 November 2015.
Abu Rokhmat mengakui rekomendasi agar berhaji satu kali seumur hidup itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membebaskan ibadah haji dilakukan berulang kali. Namun rekomendasi MUI tetap dikirimkan ke Kementerian Agama dengan pertimbangan menghindari tingginya risiko yang dihadapi jemaah selama berhaji.
“Juga untuk memberikan kesempatan kepada umat Islam yang belum haji,” katanya.
Selain rekomendasi itu, MUI Jawa Tengah menyarankan agar pemerintah tak memberangkatkan calon haji yang berkursi roda dan penyakit gagal ginjal. Pertimbangan rekomendasi itu karena potensi jemaah haji yang sakit akan merugikan mereka sendiri.
Rekomendasi yang dibahas itu tercantum dalam kajian istitho’ah, yakni salah satu syarat jemaah mampu melaksanakan haji. “Kategori sakit itu, penderita gagal ginjal menjadi tidak wajib karena menghambat proses ibadah haji,” ujarnya.
Indikasi tidak memenuhi istitho’ah adalah ketika jemaah haji tidak mampu melaksanakan ibadah haji dengan mandiri yang harus dibuktikan dengan kesaksian dan dinyatakan setidaknya tiga dokter ahli sebelum manasik haji daerah.
Rekomendasi kewajiban haji hanya sekali dan syarat kesehatan itu dinilai penting karena, berdasarkan diskusi MUI dengan sejumlah ahli kesehatan yang mendampingi jemaah, selama ini anggota jemaah haji Indonesia tidak konsisten dalam menjaga keselamatan.
“Padahal urusan haji tak hanya soal fiqh (aturan agama), tapi juga travel teologi, budaya, dan status sosial yang menyatakan bangga bila meninggal di Tanah Suci,” katanya.
Anggota Komisi Keagamaan Dewan Perwakilan Rakyat, Noor Ahmad, menyatakan saat ini sudah saatnya calon haji Indonesia diberi sistem shift saat beribadah agar tak bersamaan dan menimbulkan risiko berdesakan.
“Mungkin sudah saatnya haji bisa dilakukan shift. Barangkali bisa meniru Amerika ketika salat Jumat,” katanya saat menjadi salah satu pembicara dalam acara lokakarya MUI Jawa Tengah itu.
Menurut dia, salah satu keluhan orang Arab terhadap jemaah haji Indonesia adalah masih kurang paham soal haji tentang istitho’ah atau syarat jemaah mampu melaksanakan haji.
“Beda dengan Malaysia. Jemaah haji Indonesia kebanyakan masih ikut kiai dan itu perlu ditatar betul,” tuturnya.
Selain itu, ia menilai kekuatan lobi pemerintah Indonesia dengan pemrintah Arab Saudi sangat lemah. Hal itu dibuktikan dengan perbandingan Malaysia sebagai negara kecil namun bahasa melayu dipakai di negara Arab. Sedangkan bahasa Indonesia yang besar tidak dipakai di sana.
“Kami usulkan bahasa Indonesia dimasukkan dalam petunjuk tempat tertentu agar jemaah Indonesia tidak tersesat,” katanya.
EDI FAISOL