TEMPO.CO, Surabaya - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menyesalkan terjadinya penyerangan rumah aktivis antitambang, Hamid, teman dari Tosan dan Salim Kancil, pada Sabtu pagi, 31 Oktober 2015. "Polisi kecolongan lagi," kata Direktur Walhi Jawa Timur Ony Mahardika, Senin, 2 November 2015.
Menurut Ony, polisi tidak serius dalam mengusut pembunuhan Salim kancil dan penganiayaan Tosan. Menurut dia, seharusnya kepolisian memberikan perlindungan terhadap para aktivis penolak tambang. "Kalau menurut kami, ada sekitar 20 orang yang menolak tambang dan itu harus dilindungi polisi," ujarnya.
Ony mengatakan insiden penyerangan itu juga menunjukkan lemahnya polisi dalam mengantisipasi kejadian-kejadian intimidasi yang dialami para penolak tambang. Polisi baru bertindak setelah terjadinya insiden dan tidak berusaha mengantisipasinya.
"Kami harap polisi sudah punya 'peta' terhadap potensi-potensi konflik yang terjadi di desa tersebut sehingga bisa melakukan antisipasi," kata Ony.
Sebelumnya, rumah Hamid, warga Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, diserang hingga mengakibatkan jendela kaca depan pecah, Sabtu, 31 Oktober 2015. Hamid adalah salah satu rekan Salim Kancil dan Tosan, yang getol menolak penambangan pasir di desanya.
Menurut Kepala Kepolisian Sektor Pasirian Ajun Komisaris Eko Hari Suprapto, pelaku hanya ingin melampiaskan kemarahannya saja dengan melempar rumah Hamid. Pelaku pelemparan batu itu adalah Iwan, 21 tahun, warga Dusun Krajan I Desa Selok Awar-awar.
Iwan adalah adik salah satu tersangka dari 37 orang yang diamankan terkait dengan tragedi di Desa Selok Awar-awar pada 26 September 2015. "Tersangka ini jengkel tidak bisa kerja," kata Eko.
EDWIN FAJERIAL