TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengatakan opini masyarakat tentang Surat Edaran Penanganan Ujaran Kebencian, lebih banyak yang menolak. "Karena itu adalah konsekuensi dari negara modern," kata Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, saat dihubungi Tempo, Ahad, 1 November 2015.
Menurut Natalius, di negara modern, siapa saja bisa berkomunikasi melalui teknologi informasi (IT) termasuk media sosial. "Sepanjang tidak menyerang hal yang bersifat pribadi, itu normal saja, untuk mendewasakan diri," kata Natalius.
Ia juga mengatakan pemerintah harus memberi ruang kebebasan bagi masyarakat. "Freedom of speech, ruang kebebasan orang untuk menyampaikan. Juga right to know, untuk mengetahui suatu info terkait yang disampaikan orang lain. Semua kebebasan ini yang melekat pada setiap individu."
Natalius melanjutkan, negara tidak bisa membatasi kebebasan, sebab itu adalah pelanggaran HAM. "Jadi ketika negara membatasi atau mengekang hak-hak warga negara, maka bisa dikatakan negara melanggar HAM," ujar Natalius.
Kapolri Badrodin Haiti menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) pada Kamis, 8 Oktober 2015. Beberapa latar belakang dari aturan ini, ialah persoalan mengenai ujaran kebencian makin mendapat perhatian masyarakat nasional dan internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan atas hak asasi manusia. Perbuatan ini juga dinilai berdampak merendahkan harkat martabat dan kemanusiaan.
Ujaran kebencian yang dimaksud pada surat edaran ini adalah sama dengan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan lainnya. Yaitu, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Juga semua tindakan yang bertujuan atau berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Ujaran kebencian yang diatur dalam surat ini termasuk melalui media orasi saat berkampanye, spanduk atau banner, media sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa, dan pamflet.
REZKI ALVIONITASARI