TEMPO.CO, Bojonegoro-Petani di Desa Kedungdowo dan Desa Prambatan, Kecamatan Kanor, Bojonegoro, mendapatkan honor sebesar Rp 25 ribu per hari sebagai imbalan menangkap tikus yang merusak padi.
Pemberantasan dengan cara pengasapan belerang ke lubang persembunyian tikus itu dilakukan pada musim kemarau atau di saat hewan pengerat itu tengah berkembang biak.
Baca Juga:
Pembasmian hama tikus dilakukan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan Dinas Pertanian Bojonegoro. Lokasi yang disasar adalah 80 hektare sawah produktif di Kecamatan Balen yang mampu panen dua hingga tiga kali dalam satu tahun.
Sekitar 50 petani dilibatkan dalam berburu tikus. Program pemberantasan tikus dilakukan giliran di daerah endemik, utamanya di Kecamatan Kanor, Kapas, Dander, Balen, Kalitidu dan Malo.
Kepala Desa Prambatan, Eko Purwanto, mengatakan pengasapan tikus sengaja dilakukann pada puncak musim kemarau ketika binatang ini sedang berkembang biak. "Honor Rp 25 ribu itu untuk merangsang petani,” ujarnya, Kamis, 20 Oktober 2015.
Menurutnya, biasanya tikus keluar dari lubang persembunyian setelah diasapi dengan belerang. Begitu keluar dari persembunyiannya, para petani mengejar dan memukuli beramai-ramai.
Sekretaris Dinas Pertanian Bojonegoro Bambang Sutopo menuturkan pihaknya hanya mendapatkan tembusan. Adapun pelaksanaannya di lapangan di bawah koordinasi Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. “Tapi kami tetap memonitor,” ujarnya.
Berbiaknya tikus, kata dia, tergolong cepat. Setiap pasang tikus bisa beranak 12 ekor. Pada umur 23 hari anak-anak tikus itu mulai kawin. "Tikus memilih musim kemarau untuk kawin," katanya.
SUJATMIKO