TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok massa mendatangi markas Syiah di Jalan Kaliurang Kilometer 5,5 Depok, Sleman, Provinsi Yogyakarta, Jumat, 23 Oktober 2015, setelah salat Jumat. Massa itu tidak mau ada kegiatan apa pun yang berbau Syiah di lokasi itu.
Puluhan orang itu dari Front Jihad Islam (FJI), Front Umat Islam (FUI), dan Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK). Lokasi di Gang Pandega Wreksa itu merupakan tempat perpustakaan dan gerakan Rausyan Fikr serta tempat berdiskusi bagi yang tertarik aliran ini.
"Kami tidak mau ada kegiatan aliran Syiah di wilayah Yogyakarta," kata Abdurahman, komandan Front Jihad Islam, Jumat, 23 Oktober 2015.
Massa itu membawa atribut bendera dari masing-masing kelompok. Namun, tidak ada perusakan atau serangan ke lokasi itu. Ada mediasi antara pihak massa itu dan pengelola Rausyan Fikr yang difasilitasi polisi. Polisi juga menjaga ketat lokasi untuk antisipasi gerakan yang anarkis.
Abdurahman menambahkan, aktivitas Rausyan Fikri sudah pernah didatangi kelompok yang sama beberapa bulan lalu. Kegiatannya pun sudah diminta berhenti. Namun kini aktivitasnya kembali dilakukan.
Ia menambahkan, pihak Majelis Ulama Indonesia pun sudah melarang adanya aktivitas di lokasi itu. Namun, karena saat ini ada lagi aktivitas yang berbau Syiah, maka massa tidak mau ada penyebaran aliran yang mereka anggap menyesatkan.
Menurut Gunawan, Ketua RT 09/ RW 04, Manggung, Caturtunggal, Depok, Sleman, kegiatan Rausyan Fikr sudah lama ada. Bahkan sejak 22 tahun yang lalu lokasi itu sudah digunakan orang yang beraliran Syiah.
"Warga tidak tahu kegiatan pasti di lokasi itu, kegiatannya juga tidak mengganggu," kata Gunawan.
Salah satu anggota kelompok yang mengelola Rausyan Fikr, yang menyebut namanya hanya Fadlun, menyatakan, lokasi itu untuk berdiskusi dan menampung pemikiran-pemikiran. Hanya kajian-kajian filsafat yang didiskusikan di lokasi itu.
"Kami lakukan kajian-kajian filsafat. Silakan yang mau berdiskusi termasuk yang menentang," kata Fadlun.
Fadlun juga menampik jika kelompoknya itu sesat. Ia berharap masyarakat lebih rasional menanggapi kegiatan kajian yang dilakukan.
Fadlun juga tidak tahu jika Majelis Ulama pernah menutup kegiatannya. Jika meresahkan warga di sekitar, boleh saja massa yang protes itu menutup. Tetapi pihaknya tidak pernah meresahkan dan mengganggu warga.
Para pengikut kegiatan diskusi ini kebanyakan adalah mahasiswa. Sedikitnya ada 15 orang yang aktif dalam diskusi. Bahkan, Fadlun mengklaim Yayasan Rausyan Fikr sudah dibekukan. Namun masih ada kegiatan komunitas untuk berdiskusi.
Setelah ada dialog antara massa berjubah dan pengelola lokasi itu, massa membubarkan diri. Tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan massa pemrotes.
MUH SYAIFULLAH