Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Beda Malam 1 Suro, 2 Abdi Dalem Keraton Yogya Berseteru

image-gnews
Sesaji berisi nasi tumpeng dibawa ke bibir pantai untuk didoakan terlebih dahulu sebelum nantinya dilarung kelaut dalam ritual larung sesaji peringati 1 Suro di Pantai Gua Cemara, Sanden, Bantul, Yogyakarta, 14 Oktober 2015. TEMPO/Pius Erlangga
Sesaji berisi nasi tumpeng dibawa ke bibir pantai untuk didoakan terlebih dahulu sebelum nantinya dilarung kelaut dalam ritual larung sesaji peringati 1 Suro di Pantai Gua Cemara, Sanden, Bantul, Yogyakarta, 14 Oktober 2015. TEMPO/Pius Erlangga
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Seperti halnya perbedaan umat Islam dalam merayakan Idul Fitri, kalangan Keraton Yogyakarta juga dilanda perbedaan dalam menentukan jatuhnya malam 1 Suro atau tahun baru Jawa.

Dua tokoh abdi dalem Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung Gondo Hadiningrat dan Kanjeng Mas Tumenggung Condropurnomo, diketahui berbeda sikap dalam menyikapi penanggalan perayaan 1 Suro tahun ini. Perbedaan keduanya dinilai menimbulkan kebingungan warga dan abdi dalem lainnya.

Gondo, yang juga Ketua Panitia Mubeng Beteng, sebelumnya menyatakan jika Suro jatuh Kamis, 15 Oktober 2015 sesuai penanggalan keraton, sehingga ritual tapa bisu mubeng beteng dilakukan Rabu petang, 14 Oktober 2015. Sedangkan Condro mengajak abdi dalem merayakan ritual tapa bisu pada Selasa, 13 Oktober karena meyakini Suro jatuh sama dengan penanggalan 1 Muharam yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, yakni Rabu, 14 Oktober 2015. (Lihat video Cara Meriahkan Tahun Baru Islam)

Pernyataan kedua tokoh abdi dalem itu tersebar di media dan memicu kontroversi. Bahkan beredar saling ejek dan sindir soal adanya penunggang gelap. Adik tiri Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, meminta kedua tokoh abdi dalem yang berseteru itu maju ke depan publik di tengah prosesi peringatan 1 Suro.

"Abdi dalem jangan sampai terpecah. Kalau salah saling mengingatkan, bukan saling serang membuat suasana kisruh," ujar Prabukusumo. Kedua abdi itu pun lalu diminta berjabat tangan dan saling menyapa. Warga peserta ritual pun bertepuk tangan dengan islahnya dua tokoh itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prabu menjelaskan selaku kawedanan yang bertugas menerjemahkan dan menentukan penanggalan di keraton, pihaknya mengatakan Suro memang jatuh pada Kamis, 15 Oktober, bukan Rabu, 14 Oktober.

"Perhitungan jatuhnya Suro tiap tahun ini berdasarkan penanggalan Sultan Agungan. Saya sudah buat untuk 100 tahun ke depan, sejak tahun tahun 2000 lalu," ujar Prabu.

Pantauan Tempo sehari sebelumnya, saat ratusan warga merayakan topo bisu Suro versi pemerintah, tak ada unsur abdi dalem keraton yang turun menggelar topo bisu.

PRIBADI WICAKSONO 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

14 hari lalu

Wisatawan mengunjungi objek wisata Pantai Parangkusumo di Bantul, DI Yogyakarta, Jumat 1 Januari 2021. Pascapenutupan kawasan wisata pantai selatan Yogyakarta pada malam pergantian tahun baru, pengunjung memadati kawasan tersebut untuk menghabiskan libur tahun baru meskipun kasus COVID-19 di Yogyakarta terus meningkat. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

Seorang wisatawan asing asal Hungaria juga dilaporkan sempat terseret ombak tinggi saat sedang melancong di Pantai Ngandong, Gunungkidul, Yogyakarta.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

15 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

15 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

16 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

20 hari lalu

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara simbolik melakukan penutupan TPA Piyungan pada awal Maret 2024. TPA Piyungan selama ini menampung sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. (Dok. Istimewa)
Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

Penutupan TPA Piyungan diharapkan bakal menjadi tonggak perubahan dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta.


Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

22 hari lalu

Sejumlah karya industri kreatif dipamerkan di Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) di Yogyakarta.  (Dok. Istimewa)
Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

Yogyakarta memiliki unsur 5K yaitu Kota, Korporasi, Komunitas, Kampung dan Kampus, yang jadi modal mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Kreatif.


Bersama Baznas, Berkolaborasi Menghimpun Potensi Zakat

27 hari lalu

Bersama Baznas, Berkolaborasi Menghimpun Potensi Zakat

Baznas hingga saat ini telah melakukan kolaborasi penuh dengan Lembaga Amil Zakat


Mengenal Tradisi Selasa Wagen, Hari Saat Pedagang Malioboro Beristirahat dan Bersih Bersih

30 hari lalu

Tradisi Selasa Wagen yang meliburkan para pedagang di kawasan Malioboro Yogyakarta untuk bersih bersih kawasan kembali digelar Selasa (27/2). (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Selasa Wagen, Hari Saat Pedagang Malioboro Beristirahat dan Bersih Bersih

Selasa Wagen di kawasan Malioboro berlangsung setiap 35 hari sekali merujuk hari pasaran kalender Jawa.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

30 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Jurus Yogya Lestarikan Aksara Jawa, Gelar Sekolah Khusus di Seluruh Kampung

35 hari lalu

Salah satu peserta saat mengikuti pembelajaran pawiyatan aksara Jawa di Kota Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Jurus Yogya Lestarikan Aksara Jawa, Gelar Sekolah Khusus di Seluruh Kampung

Pawiyatan aksara Jawa ini digelar serentak di 30 kampung mulai 20 Februari hingga 5 Maret 2024 di Kota Yogyakarta.