TEMPO.CO, Makassar – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan perguruan tinggi swasta yang dinonaktifkan tetap diberikan kesempatan untuk melakukan proses belajar-mengajar. Karena mereka masih diberikan kesempatan sampai akhir tahun untuk memperbaiki permasalahannya.
“Nonaktif bukan berarti harus berhenti kegiatan akademiknya, tapi penerimaan mahasiswa baru yang harus dihentikan,” kata Nasir di kampus Universitas Hasanuddin, Selasa, 13 Oktober 2015.
Menurut Nasir, ada tiga masalah yang menyebabkan banyak kampus diberikan status nonaktif. Pertama, jumlah mahasiswa dan dosen yang tidak seimbang. Kedua, terjadi konflik di yayasan yang melahirkan dua ketua yayasan dan dua rektor. Ketiga, proses pembelajarannya tidak sesuai.
“Kami sudah keluarkan peraturan menteri tentang rasio dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi dan tidak akan memberikan izin operasi bagi yayasan yang bermasalah,” katanya.
Bagi mahasiswa dan alumnus perguruan tinggi yang sudah dinonaktifkan, Kementerian masih memberikan ruang dan kesempatan untuk melakukan klarifikasi. Agar ijazah yang mereka dapatkan bisa digunakan untuk melamar di instansi pemerintah dan swasta. Tapi syaratnya setiap akan melakukan wisuda atau melamar pekerjaan harus melapor ke koordinator perguruan tinggi. Agar bisa diperiksa apakah mahasiswa dan sarjananya betul telah mengikuti proses perkuliahan dengan baik. “Jika tidak melapor maka ijazahnya tidak bisa digunakan,” kata Nasir.
Langkah yang ditempuh Kementerian itu, kata Nasir, bukan untuk mematikan perguruan tinggi. Tapi untuk melindungi masyarakat, agar tidak tertipu. Tindakan ini juga mencegah instansi pemerintah dan swasta dari perbuatan merugikan orang yang tidak bertanggung jawab.
MUHAMMAD YUNUS