TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mengatakan partainya menolak rencana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. "Ini upaya melemahkan KPK," kata dia di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 8 Oktober 2015.
Ruhut mengatakan upaya melemahkan komisi antirasuah itu terlihat dalam enam poin di rancangan undang-undang. Enam poin itu, kata dia, adalah fungsi KPK yang akan berubah menjadi pencegahan, masa tugas 12 tahun, penuntutan akan dihapus, penyelidikan di atas Rp 50 miliar, penyadapan seizin ketua pengadilan, dan KPK boleh mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini mempertanyakan jaminan jika 12 tahun nanti korupsi sudah tidak ada. "Padahal, kalau lihat di media, setiap koruptor yang diperiksa KPK mukanya tersenyum, tidak menyesal," katanya. (Lihat video Revisi UU KPK, Kewenangan KPK Banyak Dipangkas, Draft UU KPK, Inilah Pasal-Pasal yang ‘Mengebiri’ KPK)
Ihwal penyadapan, kata Ruhut, sejumlah penangkapan terhadap hakim oleh KPK membuktikan keberhasilan penyadapan. "KPK sudah bagus tidak ada SP3 agar tidak ada deal-deal-an kasus, kok malah dimasukkan di revisi?" katanya.
Selain itu, ucap Ruhut, dia heran dengan pembatasan penyadapan. Menurut dia, penyadapan itu penting karena selama ini KPK menangkap koruptor dengan barang bukti percakapan di telepon hasil penyadapan. "Ini seperti lebih penting hak asasi koruptor daripada hak asasi rakyat," kata dia. "Padahal anggota DPR kan wakil rakyat."
Sejumlah anggota DPR mengusulkan revisi UU KPK untuk dimasukkan dalam program legislasi nasional tahun ini. Sudah ada enam fraksi yang mendukung, yakni Fraksi PDI Perjuangan, NasDem, Golkar, Hanura, Gerindra, dan PKB.
HUSSEIN ABRI YUSUF