TEMPO.CO, Lumajang - Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Lumajang, M. Naimullah mengatakan telah menerima tiga berkas kasus pembunuhan Salim Kancil dan kasus penambangan ilegal yang diserahkan oleh penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur. "Dua berkas soal kasus pembunuhan dan satu berkas tentang illegal mining," kata Naimullah, Rabu, 7 Oktober 2015.
Menurut Naimullah, sejauh ini jaksa baru meneliti dua berkas, yakni pembunuhan dengan tersangka Timar Cs serta illegal mining dengan tersangka Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono. "Satu berkas pembunuhan lagi belum kami cek," ujar dia.
Setelah menerima penyerahan berkas, Naimullah akan mencermati uraian-uraian yang disampaikan penyidik polisi. Kejaksaan tidak mematok target menyelesaikan pemeriksaan berkas secepatnya. "Kami pelajari sesuai ketentuan yang diatur undang-undang," ujarnya.
Naimullah menuturkan, Kejaksaan selalu berkoordinasi dengan Polda Jawa Timur karena kasus tersebut menjadi sorotan nasional. "Karena ini perkara penting, kami laporkan ke kepolisian secara bertahap. Mulai dari penerimaan surat perintah dimulainya penyidikan dan penyerahan berkas tahap satu," katanya.
Bila berkasnya sudah lengkap, kata Naimullah, kejaksaan akan melaporkan secara berjenjang ke kepolisian. Untuk hukuman, mengacu pada pasal 340 KUHP tersangka terancam 20 tahun atau seumur hidup. Sedangkan untuk Pasal 338 ancaman hukumannya 15 tahun. Adapun untuk kasus illegal mining, ancaman hukumannya 10 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Salim alias Kancil menjadi korban pembunuhan sekelompok preman pendukung tambang di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian. Salim tewas dalam peristiwa itu. Selain Salim, Tosan juga dianiaya hingga mengalami luka serius.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang melakukan investigasi ke Lumajang Senin kemarin menyatakan terdapat pelanggaran HAM yakni kekejaman serta hak hidup. Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono menjadi aktor intelektual pembunuhan sekaligus tersangka tindak pidana illegal mining.
DAVID PRIYASIDHARTA