TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Jenderal Besar Soedirman pernah menghadapi tudingan berat: merancang kudeta terhadap Presiden Soekarno. Soedirman bahkan dijemput “paksa” dengan ancaman ditahan di tempat kalau menolak oleh detasemen khusus Brigade 29 pimpinan Kolonel Dahlan, dengan surat “penjemputan” yang diteken Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin.
Peristiwa itu terjadi pada 3 Juli 1946 di Loji Gandrung, rumah Soedirman di Solo, Jawa Tengah. Menteri Amir meminta Soedirman segera menghadap Presiden Sukarno yang ada di Istana Yogyakarta, sore itu juga, terkait dengan tudingan ada kudeta di Istana Kepresidenan Yogya hari itu, yang dikenal dalam sejarah Indonesia sebagai kudeta pertama saat Republik Indonesia belum berumur setahun.
Istana Yogya pagi itu, menurut ajudan Presiden Soekarno, Mangil Martowidjojo dalam bukunya—Kesaksian Bung Karno 1945-1947, sudah beredar desas-desus pasukan tentara mau menyerbu Istana untuk kudeta. Lalu tiba-tiba datang satu truk berisi belasan tokoh itu, tokoh Persatuan Perjuangan dan Barisan Banteng, seperti Chairul Saleh, Muwardi, Abikusno, M. Yamin, Sukarno, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad Soebardjo.
BACA JUGA:
Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas
Soedirman, Kisah Seorang Perokok Berat
Cacat Kaki, Soedirman Sempat Pesimistis Jadi Tentara
Persatuan Perjuangan adalah organisasi pimpinan Tan Malaka dan dikenal segaris dengan Soedirman, juga Mayor Jenderal Soedarsono, Panglima Divisi Yogyakarta. Soedarsono juga terlihat memimpin rombongan, dan masuk Istana dengan mobil lain.
Menurut Mangil, rombongan Soedarsono dilucuti dan dibawa ke paviliun Istana. Hanya Soedarsono yang diizinkan bertemu Presiden Sukarno setelah Presiden rapat dengan Wakil Presiden Muhammad Hatta dan Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeedin. Soedarsono menyerahkan maklumat ke Soekarno dan mengklaim itu atas persetujuan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Kepada Soekarno, Hatta—seperti dituturkan dalam biografinya—menyebutkan Soedirman tak terlibat. Sebelumnya, di ruang sebelah, Hatta berbicara dengan Jenderal Oerip Soemohardjo, yang mengatakan mustahil Soedirman menulis surat semacam itu kepada Presiden.
Baca juga:
G30S 1965: Terungkap, Kedekatan Soeharto dan Letkol Untung
Minta Maaf ke Sukarno? Titiek:Kenapa Harus, Pak Harto Itu...
Hatta juga menemui Sukiman, satu dari sejumlah anggota staf penasihat Soedirman yang mengaku tak tahu soal maklumat yang dibawa Soedarsono. Hatta lalu berbicara dengan Soekarno. Soedarsono akhirnya ditahan.