TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku memiliki banyak kesan terhadap TNI. Kesan itu termasuk kepada para petingginya. Salah satunya Jenderal (Purnawirawan) Wiranto.
Dalam peritistiwa reformasi 1998, menurut Ahok, Wiranto, yang ketika itu menjabat Panglima TNI, bisa saja mengambil alih pemerintahan setelah ditanggalkan Presiden Soeharto, yang berkuasa selama 32 tahun. Namun, kata dia, Wiranto tak melakukannya. "Sebetulnya waktu itu momen yang tepat. Beliau enggak mau ngambil paksa," ucapnya.
Setelah berkali-kali mengobrol dengan Wiranto, Ahok mengaku baru tahu alasan keengganan Wiranto mengambil alih pemerintah. "Kalau waktu itu (1998) dipaksakan, mungkin bisa pecah (pertumpahan darah)," kata Ahok menirukan alasan Wiranto. Inilah yang membuat Ahok kagum kepada Wiranto.
Dimulai sejak saat itu, menurut Ahok, TNI sudah mereformasi diri. TNI, kata dia, sudah berani meninggalkan bisnis-bisnisnya. Begitu juga dunia politik yang ditinggalkan setelah dwifungsi TNI ditiadakan. "Kalau kita bicara reformasi, harus kita akui yang paling berhasil mereformasikan diri adalah TNI."
Selain itu, kata Ahok, dengan mendapuk dirinya sebagai inspektur upacara dalam peringatan hari ulang tahun TNI ke-70, TNI tunduk kepada negara yang sekarang dipimpin warga sipil. "Saya kira ini penting dan mendasar," ujarnya.
Ia mengaku selalu bangga kepada TNI. Sebab, hari ulang tahun ayahnya bertepatan dengan ulang tahun TNI. "Ayah saya paling bangga dengan hidupnya yang selalu ngomong saya ini lahir 5 Oktober. Harus berjuang dan berkorban."
ERWAN HERMAWAN