TEMPO.CO, Lumajang - Puluhan orang menghajar Salim Kancil tanpa ampun di depan anaknya yang baru berumur 13 tahun. Pentungan, balok kayu, dan benda keras lain bertubi-tubi menghantam lelaki 52 tahun itu. Sang anak, Dio Eka Saputra, menangis melihat kejadian yang sangat tiba-tiba pada Sabtu pagi, 26 September 2015, itu.
Dio, saat ditemui di rumahnya di Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Kabupaten Lumajang, menuturkan waktu itu bapaknya baru saja mengeluarkan sepeda motor.
Salim saat itu bersiap memimpin unjuk rasa menolak penambangan ilegal di Pantai Watu Pecak. "Tiba-tiba sudah ada puluhan orang di halaman dan mengepung bapak," katanya seperti dikutip majalah Tempo, Senin, 5 Oktober 2015.
Dio menuturkan kala itu ibunya, Tijah, sedang keluar. Sehingga di rumah hanya ada dia seorang diri. Dio sudah berteriak tapi tidak ada tetangga yang keluar. Waktu dia akan lari minta tolong ke rumah pamannya--mereka bertetangga--salah seorang pengeroyok mengancam Dio.
"Diam kamu atau saya bunuh," kata Dio menirukan ancaman itu. Dio ketakutan. Suaranya tangisnya tercekat. Ia hanya bisa menyaksikan bapaknya dipukuli dan dinaikkan ke sepeda motor. Menurut dia, bapaknya sudah dalam kondisi tangan terikat saat dibawa ke Balai Desa Selok Awar-awar. (Lihat video Polisi: Kades Dalang Pembunuhan Salim Kancil, Setoran Tambang Pasir Ilegal di Desa Salim Kancil Mencapai Rp 2,7 Miliar)
Di Balai Desa, Salim dihajar, digergaji, bahkan disetrum. Parahnya, mereka menyiksa Salim di hadapan murid sekolah taman kanak-kanak yang akan masuk kelas. Dari Balai Desa, Salim diseret ke jalan kosong menuju makam desa. Dia dibunuh di lokasi tersebut.
Sejumlah tetangga menyebut kelompok penyerang Salim dengan julukan Tim 12. "Mereka tim sukses bentukan Kepala Desa Hariyono," kata Abdul Hamid, sahabat karib Salim.
Kelompok yang sesungguhnya beranggotakan lebih dari 12 orang itu "mengawal" Hariyono sejak pemilihan kepala desa pada 2008. Kini Hariyono menjabat kepala desa untuk periode kedua. Hariyono berkepentingan karena menjadi backing tambang ilegal di desa tersebut.
Menurut Abdul, pukul 10.00 hari itu, Salim hendak memimpin unjuk rasa di balai desa. Beberapa bulan terakhir, Salim memang aktif menentang penambangan pasir ilegal di Pantai Watu Pecak yang dikendalikan Kepala Desa Hariyono bersama Tim 12.
Sebelum membunuh Salim, kelompok tersebut menganiaya Tosan. Lelaki 51 tahun itu dikeroyok ketika membagikan selebaran ajakan berunjuk rasa. Tosan sempat berlari ke lapangan di samping rumahnya. Malang, ia ditangkap gerombolan penyerang, lalu beberapa kali dilindas sepeda motor mereka. Tosan kini masih kritis di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang.
Kepolisian Resor Lumajang telah menetapkan 23 anggota Tim 12 sebagai tersangka pembunuhan Salim dan pengeroyokan Tosan. Karena ruang tahanan polres tak memadai, tersangka dipindahkan ke ruang tahanan Kepolisian Daerah Jawa Timur.
TIM MAJALAH TEMPO
Baca juga
G30S 1965: Begini Cara Intel Amerika Incar Sukarno, Dukung Suharto
Salim Kancil Disiksa, Disetrum Tak Mati: Inilah 3 Keanehan Tragedi Ini