TEMPO.CO, Surabaya - Kepolisian Daerah Jawa Timur telah menurunkan personel reserse untuk membantu Polres Lumajang menyidik kasus penganiayaan yang dialami dua warga penolak tambang di Lumajang. Penganiayaan diduga dilakukan oleh puluhan orang hingga menyebabkan satu warga tewas, yakni Salim alias Kancil, sementara Tosan menderita luka berat.
"Siapa pun yang terlibat akan kami proses,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar RP Argo Yuwono, Senin malam, 28 September 2015.
Argo menyatakan kepolisian akan mengusut kasus hingga tuntas. Namun, dia menambahkan, perlu adanya sikap kehati-hatian dalam menangani kasus ini. Pihaknya juga menekankan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah.
Karena itu, Argo mengatakan polisi tidak bisa terburu-buru. Diperlukan saksi dan barang bukti yang kuat. “Sudah sejak kemarin kejadian, saya meminta personel untuk mem-back-up Lumajang,” katanya menuturkan.
Kepolisian Resor Lumajang telah menetapkan 18 orang sebagai tersangka dalam kasus itu pada Senin, 28 September 2015. Mereka belum termasuk kepala desa setempat, sekali pun beredar kabar bahwapenganiayaan juga terjadi di Balai Desa. Kepala desa pula yang berperan mengumpulkan 36 orang yang kemudian menyerahkan diri ke markas polisi pada Ahad, 27 September 2015, atau sehari setelah penganiayaan.
Penganiayaan itu sendiri diduga terkait dengan aktivitas Salim dan Tosan menolak keberadaan tambang pasir di desanya, Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian. Tambang disebutkan berkedok izin pariwisata dan hanya menyebabkan kerusakan lingkungan. Mereka membuat pernyataan sikap atas penolakan itu pada Januari 2015 atau jelang beroperasinya tambang.
Aksi dilanjutkan di antaranya dengan turun ke jalan dan menghadang truk-truk pengangkut pasir pada awal September. Saat itu ancaman sudah diterima Salim dkk. Mereka lalu mengadu ke kepolisian setempat hingga kemudian terjadi penganiayaan dan pengeroyokan pada Sabtu, 26 September 2015.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH