TEMPO.CO, Sidoarjo - Warga korban lumpur Lapindo yang berkas ganti ruginya masih dianggap bermasaah oleh PT Minarak Lapindo Jaya akan menemui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Pertemuan itu sebagai upaya mencari penyelesaian sengketa ganti rugi atas aset-aset warga di luar jalur pengadilan.
"Sebanyak 15 warga perwakilan korban lumpur yang berkasnya masih dianggap bermasalah oleh Minarak akan ke Jakarta bertemu Menteri PU. Untuk waktunya masih dicarikan. Tapi kemungkinan kalau tidak Kamis ya Jumat ini," kata perwakilan korban lumpur, Abdul Fattah, kepada Tempo, Senin, 28 September 2015.
Menurut Fattah pertemuan itu bertujuan untuk melaporkan masalah sengketa nilai ganti rugi antara warga dengan Minarak. Pertemuan warga dengan Basuki Hadimuljono dinilai tepat karena Menteri PU juga berperan sebagai Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
"Warga berharap Menteri PU bisa menyelesiakan masalah ini di luar jalur pengadilan sehingga pembayaran ganti rugi bisa segera rampung. Apalagi Presiden Joko Widodo menargetkan pembayaran dana talangan ganti rugi korban lumpur Lapindo rampung pada akhir September," ujarnya.
Fattah bersama korban lumpur lainnya menolak keras penyelesain masalah itu lewat jalur pengadilan. Sebab, menurut mereka, langkah itu hanya mengulur-ngulur waktu. Selain itu, langkah tersebut hanya menguntungkan Minarak. "Itu hanya akal-akalan Minarak," ucapnya.
Sementara itu berkas ganti rugi korban lumpur yang masih dianggap Minarak bermasalah sebanyak 79 dan sebagian besar karena perbedaan status tanah. Warga tidak menerima tanah miliknya dihitung sebagai status tanah basah karena mereka menganggapnya sebagai tanah kering.
Harga per meter tanah kering dengan tanah basah perbedaannya cukup jauh. Tanah basah hanya dihargai Rp 120 ribu per meter. Adapun tanah kering Rp 1 juta. Kerena selisih yang cukup besar itu maka warga tidak terima bila sebagain tanah miliknya diakui tanah basah oleh Minarak.
Sampai saat ini berkas ganti rugi korban Lapindo yang sudah cair sebanyak 3.158 dari total 3.331 berkas dengan nilai nominal Rp 697 miliar. Selain masalah status tanah, sisa berkas warga yang belum bisa dicairkan karena masalah waris.
NUR HADI