TEMPO.CO, Kediri - Sedikitnya 35,6 hektare kawasan hutan di Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur, sudah sepekan terahir diamuk si jago merah. Hingga kini, petugas masih berusaha memadamkan api menggunakan operalatan manual.
Wakil Kepala Administratur Perhutani Kediri Nuradin Eko Saputra mengatakan titik api pertama kali dilaporkan warga pada 9 September 2015 pukul 19.30 WIB. Setelah dilakukan pemeriksaan, petugas mendapati titik api berada di Petak 144 RPH Kanyoran, Desa Joho, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.
“Kami segera berupaya melakukan pemadaman mengingat hembusan angin begitu kuat,” kata Adin kepada Tempo, Jumat 25 September 2015.
Petugas Perhutani dibantu warga cukup kesulitan memadamkan api mengingat medan yang sangat curam dan berkelok. Dibutuhkan sedikitnya 4 jam perjalanan dari kawasan pemukiman menuju lokasi kebakaran. Beruntung posisi api yang berada di kawasan puncak Gunung Wilis tak terlalu dekat dengan area hutan lindung yang dipenuhi pohon pinus.
Menurut Adin, kawasan yang terbakar meliputi ilalang serta tanaman cemoro kuning dan kaliandra yang merupakan program reboisasi. Hasil pantauan di lokasi api berkembang cukup pesat karena didukung bahan bakar alam berupa ilalang kering dan mati yang menumpuk setinggi setengah meter. Hal ini diperparah dengan keberadaan ilalang hidup dengan ketinggian hampir dua meter dan dalam kondisi kering.
Selain itu, kebakaran hutan pada 2008, 2010, dan 2012 masih menyisakan banyak kayu bakar yang belum memfosil menjadi tanah turut menunjang kobaran api. Didukung hembusan angin yang begitu kuat, pijaran api dengan cepat meluas hingga melalap 35,6 hektare lahan yang meliputi 32,3 hektare lahan di RPH Kediri dan 3,3 hektare di kawasan RPH Pace, Kabupaten Nganjuk.
Meski tak mau menuduh pihak yang bertanggung jawab, namun Adhin memastikankebakaran terjadi akibat ulah manusia. Sebab, banyak warga yang masuk kawasan hutan tersebut untuk berburu burung, celeng, hingga mencari lebah madu tawon hutan.
Menurut Adhin, para pencari tawon kerap membawa obor untuk mengusir tawon saat mengambil madu dari sarangnya. Metode pengasapan ini sudah menjadi kebiasaan mereka tanpa diimbangi pengetahuan tentang pengelolaan apinya. “Tapi kami tidak bisa memastikan pihak mana yang pasti menjadi pemicu kebakaran,” kata Adin.
Saat ini petugas Perhutani dengan dibantu anggota TNI hanya bisa melokalisasi area kebakaran dengan membuat ilaran radius 2 kilometer dengan cara membabat ilalang. Diperkirakan kobaran api akan padam dalam dua hari ke depan. Perhutani memastikan kebakaran ini tak memicu kabut asap di pemukiman warga.
Untuk memantau perkembangan proses pemadaman, Perhutani membuat empat pos pantau di Dusun Joho, Dusun Kelir dan Dusun Goliman, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri dan pos pantau Bajulan di Kabupaten Nganjuk.
HARI TRI WASONO