TEMPO.CO, Padang - Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra menceritakan gagasan-gagasan ketatanegaraan pengacara senior Adnan Buyung Nasution. Salah satunya, tentang sistem pemerintahan.
"Secara spesifik beliau pernah mengatakan sistem pemerintahan yang lebih cocok bagi Indonesia adalah sistem pemerintahan campuran seperti di Perancis," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu, kepada Tempo, Rabu 23 September 2015.
Gagasan itu, kata Saldi, disampaikan Adnan Buyung saat bincang-bincang secara personal sebelum Anugerah Muhammad Yamin di Sawahlunto, akhir Mei 2014 lalu.
Menurut Saldi, saat itu Adnan Buyung mengatakan dengan sistem pemerintahan campuran, akan ada pembagian otoritas yang jelas antara kepala eksekutif (perdana menteri) dan kepala negara (presiden). Sehingga tak menumpuk di satu tangan seperti dalam sistem parlementer.
Selain itu, pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu juga menyebutkan kekuasan kepala negara tidak hanya seremonial seperti dalam sistem parlementer. Kata Saldi, ini yang mendasari Adnan Buyung menggagas sistem pemerintahan campuran.
Bagi Saldi, Adnan Buyung merupakan salah satu tokoh yang sangat berjasa dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia.
"Bang Buyung orang pertama yang meluruskan cara pandang orang terhadap konstitusi kita. Terutama terhadap sejarah penting di republik ini, yaitu soal konstituante," ujar Guru Besar Hukum Tata Negara Unand ini.
Ketika itu, kata Saldi, banyak orang yang mengatakan konstituante itu gagal. Namun, Adnan Buyung dalam disertasinya berjudul "Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia (Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959)", menyebutkan, konstituante tidak gagal, tapi digagalkan.
Dalam disertasinya itu, Adnan Buyung mengungkap konstituante sudah hampir menyelesaikan konstitusi baru. Kecuali untuk dasar negara. Namun, tiba-tiba dibubarkan Soekarno, Presiden ketika itu.
Padahal, kata Saldi, dalam kajian Adnan Buyung, konstituante masih punya waktu hingga Maret 1960. Masih ada sisa sembilan bulan lagi untuk pembahasan.
"Tapi sewaktu reses pertengahan tahun 1959, dibatalkan Soekarno melalui dekrit,. Hasil kerja dan sikap Soekarno itulah konsituante sudah digagalkan,' ujarnya.
Pemikiran ini juga yang mendasari PUSaKO menganugrahi Adnan Buyung dalam Anugerah Muhammad Yamim. Dengan kategori karya monumental. Yaitu disertasi berjudul "Aspirasi Pemerintahhan Konstitusional di Indonesia (Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959)", saat menyelesaikan studi doktor di Universitas Utrect, Belanda pada 1992.
Saldi mengatakan, Adnan Buyung salah satu tokoh besar yang beranggapan UUD perlu diperbaiki dan disempurnakan. Sebab, ini bukan saja pemikiran Adnan Buyung, tapi juga janji pendiri bangsa yang akan menyempurnakan UUD lebih konfrehensif.
"Bang Buyung memiliki peran dalam perkembangan sejarah hukum tata negara di Indonesia," ujarnya.
Adnan Buyung Nasution meninggal dunia Rabu pagi di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta pukul 10.17 WIB. Sebelumnya Buyung dirawat karena menderita gagal ginjal.
ANDRI EL FARUQ