TEMPO.CO, Kediri - Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri berunjuk rasa menuntut pimpinan kampus mundur dari jabatannya. Tuntutan ini disampaikan menyusul amburadulnya perkuliahan mahasiswa.
Sejak pagi tak ada aktivitas perkuliahan yang berlangsung di kampus tersebut. Para mahasiswa berkumpul di halaman kampus sambil membakar ban dan tempat sampah kampus. Mereka juga menggelar mimbar bebas untuk mengecam kepemimpinan Wakil Ketua STAIN Kediri Muftasin Bilah yang dianggap merusak tatanan perkuliahan mahasiswa. “Muftasin harus mundur sekarang juga,” teriak para mahasiswa yang mengenakan jaket almamater, Senin 21 September 2015.
Menurut mereka, Muftasin Bilah yang menjabat Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan tak cakap dalam mengelola mahasiswa. Hal ini berakibat pada kacaunya kegiatan perkuliahan dengan munculnya jam belajar yang bentrok hingga kurangnya bangku belajar. Tudingan lain yang dialamatkan kepada Muftasin adalah pemotongan dana mahasiswa sebesar 10 persen untuk kepentingan yang tak jelas.
Hal lainnya, kata mahasiswa, manajemen kampus di bawah naungan Kementerian Agama itu juga dituding menelantarkan 1.890 mahasiswa dengan tidak memasukkan mereka ke data mahasiswa Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis). Hal ini dikhawatirkan mengancam legalitas mereka sebagai mahasiswa yang telah menempuh semester tiga. ”Ini kan sama dengan mahasiswa fiktif,”kata Nasrul Febi, perwakilan Senat Mahasiswa STAIN Kediri.
Aksi unjuk rasa ini berlangsung panas lantaran keinginan mereka untuk bertatap muka dengan Muftasin Bilah tak terpenuhi. Pejabat kampus itu bahkan tak diketahui keberadaannya saat mahasiswa berunjuk rasa.
Ketua STAIN Nur Chamid yang turun menenangkan mahasiswa tak luput menjadi sasaran kemarahan mahasiswa. Mereka mendesak Chamim menandatangani surat pernyataan bermeterai untuk melakukan perbaikan kampus dalam waktu sepekan. Untuk menghindari keributan, Nur Chamid pun menandatangani beberapa lembar surat yang disodorkan mahasiswanya.
Nur Chamid mengatakan aksi unjuk rasa ini dipicu oleh sikap salah satu dosen pengajar yang menurut dia memang bermasalah. Dosen tersebut kerap mengubah jadwal mengajar semaunya sendiri hingga membuat jam perkuliahan menjadi kacau. “Namun sudah saya beri peringatan,” katanya kepada Tempo.
Untuk sejumlah mahasiswa yang tak terdaftar di Diktis dia pun mengakui sebagai bagian yang tengah diselesaikan STAIN. Namun dia menjamin tak akan berpengaruh pada kegiatan perkuliahan mereka hingga selesainya pembenahan. Hal ini sesuai dengan peringatan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang beberapa waktu lalu datang ke STAIN untuk melakukan pembenahan hingga tanggal 30 Desember 2015.
Nur Chamid menjamin seluruh pembenahan administrasi kampus akan selesai sebelum batas waktu tersebut. Dia juga menyatakan tak ada kendala rasio pengajar dengan jumlah mahasiswa yang menjadi momok sejumlah perguruan tinggi. Saat ini jumlah pengajar di kampus itu mencapai 250 orang dengan 131 orang bertatus PNS dan sisanya Dosen Pendamping Lapangan.
HARI TRI WASONO