TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan dan sastrawan asal Sumatera Barat, Abrar Yusra, mengembuskan nafas terakhir sekitar pukul 07.50 WIB, Jumat, 28 Agustus 2015. Sebelum meninggal, Abrar dirawat karena penyakit stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Bogor.
"Sejak Senin, Bapak tidak sadar," kata putra Abrar, Zam Namonyo, saat dihubungi, Jumat, 28 Agustus 2015.
Zam menuturkan sang ayah sempat terserang stroke ringan beberapa bulan lalu. Saat ini, jenazah sedang menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta menuju kampung halamannya di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. "Kemungkinan besok dimakamkan di Lawang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat," ujarnya.
Abrar meninggalkan 3 putra, 1 putri, dan 5 cucu. Semasa hidupnya, Zam menuturkan, Abrar merupakan orang yang demokratis dan intelektual. "Bagi kami, beliau adalah sosok sangat ideal sebagai ayah," tuturnya.
Tak ada firasat apa pun menjelang sepeninggalan Abrar. Hanya, beberapa hari sebelum meninggal, Abrar menyatakan ingin pulang ke kampung halaman. "Ternyata pulang ke Lawang, namun untuk selamanya," kata Zam.
Abrar adalah salah satu nama yang tak asing lagi di dunia sastra. Salah satu karyanya bersama sastrawan Ramadhan K.H., Hoegeng, menceritakan tentang biografi mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal Hoegeng Imam Santosa.
Selain itu, Abrar menulis biografi Selo Soemardjan bertajuk Komat-kamit Selo Soemardjan. Pada 2002, Abrar mengeluarkan novel berjudul Tanah Ombak.
DEWI SUCI RAHAYU