TEMPO.CO, Semarang - Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah mencatat, selama enam bulan terakhir, sebanyak 1.083 orang perempuan di Jawa Tengah menjadi korban kekerasan. “Dari jumlah itu, 16 orang di antaranya meninggal,” kata Ketua Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM Jawa Tengah, Witi Muntari, di Semarang, 19 Agustus 2015.
Witi menjelaskan, perempuan yang meninggal akibat kekerasan itu terdiri atas kasus pekerja migran 9 orang, 4 orang karena kasus kekerasan dalam rumah tangga, 1 orang karena kasus pemerkosaan, 1 orang karena kasus prostitusi, dan 1 orang karena kasus kekerasan dalam berpacaran. Data tersebut merupakan hasil pantauan yang dilakukan LRC-KJHAM selama periode November 2014-Juni 2015.
Menurut Witi, pelaku kekerasan terhadap perempuan masih didominasi orang dewasa, dengan jumlah 282 orang, atau 47,56 persen dari total 593 orang. Dari segi jenis pelakunya, kekerasan terhadap perempuan banyak dilakukan oleh pelaku individu. Selain itu, pelaku punya relasi yang dekat dengan korban, misalnya dilakukan ayah kandung, ayah tiri, tetangga, dan paman.
Adapun lokasi terjadinya kekerasan rata-rata di lokasi privat dengan angka 73,37 persen. Sedangkan sisanya berada di ruang publik. “Karena lokasi di ruang privat, menyulitkan korban membuktikan terjadinya kasus,” katanya. Karena itulah, perlindungan terhadap korban kekerasan perempuan masih minim. Banyak hambatan bagi korban dalam mengakses hak-haknya. “Banyak kasus yang tak diproses hukum.”
LRC-KJHAM mendesak pemerintah segera mengambil langkah-langkah untuk melindungi perempuan korban kekerasan seksual. Menurut Witi, beberapa langkah yang mesti dilakukan antara lain penyelesaian pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. “Rancangan undang-undang ini harus menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2016,” ujarnya.
ROFIUDDIN