TEMPO.CO, Jakarta - Dua puluh orang mendatangi kantor Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri sekitar pukul 10.00 pada Senin lalu. Perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat itu datang untuk menyampaikan rancangan peraturan daerah khusus untuk pemilihan kepala daerah.
Sayangnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono hanya memiliki waktu setengah jam untuk berdiskusi karena harus menghadiri pelantikan penjabat Gubernur Kalimantan Selatan yang dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Sebenarnya, pemilihan bupati, wali kota, atau gubernur sudah ada aturannya sendiri. Namun, karena Papua dan Papua Barat adalah daerah otonomi khusus, cara pemilihan kepala daerahnya juga spesial. Rombongan yang dipimpin oleh Ketua MRP Papua Barat Vitalis Yumte itu membacakan keinginan agar pemerintah pusat mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Papua Barat.
Dalam rancangan tersebut, MRP minta dilibatkan dalam proses penetapan calon kepala daerah. Hasil verifikasi Komisi Pemilihan Umum, kata mereka, harus diberikan dulu kepada MRP untuk dipertimbangkan. "Nanti hasil pertimbangan MRP itu yang akan ditetapkan KPU sebagai calon kepala daerah," ujar Vitalis. Latar belakang dari usulan ini adalah keinginan MRP agar semua calon kepala daerah, baik gubernur, wali kota, maupun bupati, merupakan putra asli Papua.
Dasar pembentukan rancangan aturan ini adalah Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 Pasal 20 tentang kewenangan MRP dalam hal pemberian pertimbangan terhadap pasangan bakal calon kepala daerah. Namun, dalam beleid tersebut, kepala daerah yang dimaksud hanya gubernur dan wakilnya, tak mencakup bupati dan wali kota. Meski di poin A tidak mencakup keinginan tersebut, mereka mengambil poin F yang memberikan pertimbangan pada DPRP, gubernur, bupati, serta DPRD kabupaten dan kota yang berhubungan dengan perlindungan pada hak-hak orang asli Papua.
Dalam rancangan peraturan daerah khusus yang diberikan kepada Kementerian, MRP meminta semua kepala daerah, termasuk bupati dan wali kota, juga melewati penyaringan MRP. Menurut Vitalis, usulan ini sudah muncul sejak 2010 dan dituangkan dalam revisi Undang-Undang Otonomi Khusus pada 2011. Namun usulan ini urung dibahas karena masa jabatan DPR keburu usai. Untuk itu, MRP berinisiatif menggodok lagi aturan ini melalui peraturan daerah khusus agar bisa dipakai dalam pemilihan kepala daerah pada akhir tahun ini.
"MRP Papua Barat yang berhak tentukan siapa orang asli Papua untuk diangkat jadi kepala daerah. MRP Papua Barat diberi tugas untuk menunjukkan sejauh mana keberpihakan para calon terhadap orang asli Papua," kata dia.
Tahun ini, sembilan kabupaten di Papua Barat akan melaksanakan pemilihan kepala daerah, yakni Manokwari, Fakfak, Kaimana, Raja Ampat, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, serta dua daerah otonomi baru: Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak. Proses pendaftaran cukup lancar karena tak ada satu pun daerah yang bercalon tunggal. Saat ini, KPU setempat sedang memverifikasi para pendaftar. Penetapannya dijadwalkan pada 30 Agustus 2015.
Selanjutnya >> Mengancam pilkada di sembilan daerah ditunda...