Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ini Kerinduan Para Eksil Tragedi 1965 di HUT RI ke-70  

image-gnews
Anna Siregar, tokoh eksil Indonesia di Belanda. TEMPO/Yuke Mayaratih
Anna Siregar, tokoh eksil Indonesia di Belanda. TEMPO/Yuke Mayaratih
Iklan

TEMPO.COAmsterdam - Dalam peringatan HUT ke-70 kemerdekaan Indonesia yang diadakan para eksil tragedi 1965 di Amsterdam, Belanda, puisi aktivis yang hilang, Wiji Thukul,  berjudul “Kemerdekaan” dibacakan Farida Ishaja, seorang eksil perempuan, dengan penuh penghayatan.

Semua eksil dan yang hadir tercengang, terharu, dan ikut menghayati. Farida Ishaja adalah pengurus yayasan DIAN, salah satu organisasi perempuan Indonesia di Belanda yang dibentuk tahun 1987.

Para eksil terharu ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan. S. Sarmadji menuturkan, sejak lagu Indonesia Raya berkumandang sampai dinyanyikannya lagu Tanah Air, ia merasa nyesek.

Dengan mata menerawang ia berkata,” Seharusnya saya berada di Indonesia dan bisa merayakan kemerdekaan Indonesia di Tanah Air. Tapi saat ini saya berada di Belanda. Saya harus bisa bersyukur meskipun hanya merayakannya di sini. Saya berjuang untuk Indonesia, tapi kok enggak bisa injak Tanah Air saya. Saya sudah tak bisa lagi menangis dan bersedih hati. Meskipun saya kecewa dengan praktek korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia.”

Sarmadji adalah salah satu eksil yang juga ketua PERDOI (Perhimpunan Dokumentasi Indonesia).

Ibrahim Isa, juga seorang eksil, datang bersama istri dan putrinya. Ia mengatakan bahwa hatinya selalu bergetar saat mendengar suara rekaman Soekarno saat membacakan teks proklamasi. Di acara seperti ini, selain bertemu dengan kawan-kawan senasib, ia juga merasa bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang sudah maju.

“Bukan berarti sebagai eksil yang dilarang pulang ke Tanah Air kami lantas menjadi tenggelam dan tidak berbuat apa-apa. Kami justru tetap memiliki kepedulian dan keterlibatan dengan Indonesia. Mungkin kesadaran berbangsa saya dan kawan-kawan eksil  lebih tinggi dari mereka yang duduk di parlemen sekarang,” kata Isa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Isa, saat ini ada tiga sikap yang dimiliki sesama eksil tentang pemerintah Indonesia. Pertama, mereka yang mendukung pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi saat ini dan memberi kesempatan; kedua, mereka yang mengatakan bahwa pemerintah saat ini hanya janji-janji kosong; ketiga, mereka yang wait and see.

Ibrahim Isa mengaku pernah bergabung dalam BKR ( Badan Keamanan Rakyat) yang lalu menjadi TKR, cikal bakal TNI saat ini. Ia juga  setuju dengan pernyataan salah satu tokoh Gerindra yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi atas nama pemerintah sebaiknya minta maaf kepada korban pelanggaran HAM tahun 1965. Juga alasan-alasan yang disampaikan oleh tokoh Gerindra itu.

Anna Siregar, perempuan yang sempat dikirim sekolah ke Moscow, Rusia, tahun 1962, merasa wajib menghadiri acara perayaan kemerdekaan Indonesia. Alasannya, selain bertemu dengan sesama eksil, ia merasa jati diri sebagai warga negara Indonesia terungkap. Maklum saja, selama bertahun-tahun ia kehilangan identitas.

"Paspor Indonesia saat diambil begitu saja saat sedang belajar di Moscow. Lalu saya juga harus bersusah payah mendapatkan kewarganegaraan dari negara lain. Dilarang kembali ke Tanah Air dan tentu saja itu sama sekali bukan keinginan saya,” ujar Anna Anna dengan mata berkaca-kaca.

Siswa Santoso, peneliti dan aktivis HAM di Belanda, mengatakan peringatan hari kemerdekaan Indonesia yang diselenggarakan Perhimpunan Persaudaraan memiliki makna yang lebih dalam. Ia membayangkan bagaimana penderitaan mereka yang hak asasinya dirampas begitu saja oleh negara, tetapi masih tetap peduli dan cinta dengan Tanah Air. "Mengikuti perkembangan situasi dan politik Indonesia dan juga berkarya dalam bentuk lain di negara lain (Belanda) itu adalah sikap yang luar biasa,” ujar Siswa.

YUKE MAYARATIH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Setelah 70 Tahun Merdeka, Desa Ini Baru Nikmati Listrik

29 Agustus 2015

Ilustrasi. wikimedia.org
Setelah 70 Tahun Merdeka, Desa Ini Baru Nikmati Listrik

Desa di Indonesia ini baru dialiri listrik setelah Republik Indonesia merdeka 70 tahun.


Wanita Batak Ini Bekerja di Museum Yahudi Terbesar di Eropa

25 Agustus 2015

Anna Sembiring, Petugas konservasi POLIN Museum of The History of Polish Jews. TEMPO/ L.R. Baskoro
Wanita Batak Ini Bekerja di Museum Yahudi Terbesar di Eropa

Wanita berdarah Batak Karo, Anna Sembiring, bekerja di museum sejarah Yahudi terbesar di Eropa.


Ini Gelar untuk Presiden Jokowi dari Sultan Al-Kadrie

22 Agustus 2015

Seorang warga Suku Dayak Landak menngoperasikan kameranya jelang ikuti Karnaval Katulistiwa di Pontianak, Kalimantan Barat, 22 Agustus 2015. Karnaval Katulistiwa tersebut akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada 22 Agustus 2015 siang nanti. TEMPO/Subekti
Ini Gelar untuk Presiden Jokowi dari Sultan Al-Kadrie

Sultan Syarif Abdurrachman Al-Kadrie, Raja Kesultanan Pontianak, mengatakan telah menyiapkan gelar khusus untuk Presiden Jokowi.


HUT RI Ke-70, Tanah Gayo Gelar Pacuan Kuda Tradisional  

19 Agustus 2015

Sejumlah peserta bersaing ketat di lintasan balap kuda, agar dapat keluar sebagai juara di perlombaan Vesta Fillies' Handicap. Lingfield, Inggris, 13 Agustus 2015. Justin Setterfield/Getty Images
HUT RI Ke-70, Tanah Gayo Gelar Pacuan Kuda Tradisional  

Pacuan kuda berhadiah total Rp 252 juta itu digelar hingga Ahad mendatang.


Maria Felicia, Kepincut Upacara Sejak Kecil  

19 Agustus 2015

Anggota Paskibraka, Maria Felicia Gunawan (tengah) pembawa duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2015. Tim Sadewa bertugas sebagai pengibar dan Nakula sebagai tim penurunan bendera Sang Saka Merah Putih. Tempo/Aditia Noviansyah
Maria Felicia, Kepincut Upacara Sejak Kecil  

Sejak usia tiga tahun, Felicia bersama saudaranya bermain upacara bendera dan dia paling sering berperan sebagai pembawa bendera.


Paskibraka Maria Felicia Bercita-cita Jadi Jurnalis

19 Agustus 2015

Anggota Paskibraka, Maria Felicia Gunawan (tengah) pembawa duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2015. Maria Felicia Gunawan berasal dari SMAK Penabur Gading Serpong, Provinsi Banten. Tempo/Aditia Noviansyah
Paskibraka Maria Felicia Bercita-cita Jadi Jurnalis

Maria Felicia Gunawan, siswi kelas XI SMAK Penabur Gading Serpong, terpilih membawa baki duplikat bendera pusaka saat upacara 17 Agustus di Istana.


Virzha 'Idol' Kalah Lomba Melukis Gara-gara Warna Gunung  

19 Agustus 2015

Finalis Indonesian Idol asal Medan Di Muhammad Devirzha atau Virzha. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Virzha 'Idol' Kalah Lomba Melukis Gara-gara Warna Gunung  

Juri tidak sepakat dengan keputusan Virzha ketika memberi warna pada gunung dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI.


Bela Elanto, Roy Suryo Kritik Polisi  

19 Agustus 2015

Seorang pengendara sepeda menghadang laju konvoi motor gede (moge) di perempatan Condong Catur, Yogyakarta, 15 Agustus 2015. Aksi Elanto Wijoyono, pria pemberani tersebut membuat heboh Nitizen di sejumlah sosial media. youtube.com
Bela Elanto, Roy Suryo Kritik Polisi  

Roy menganggap polisi seharusnya bisa membedakan pengawalan untuk urusan kenegaraan dan bukan.


Ada Atribut PKI dalam Pawai Kemerdekaan, Ini Kata JK

19 Agustus 2015

Jusuf Kalla. ANTARA/Ismar Patrizki
Ada Atribut PKI dalam Pawai Kemerdekaan, Ini Kata JK

Kalla mengatakan bahwa peserta tak seharusnya membawa atribut organisasi yang dilarang dalam undang-undang.


Tak Hormat Saat Upacara Bendera, JK: Saya Ikut Undang-Undang

18 Agustus 2015

Pasukan Paskibraka mengibarkan Bendera Merah Putih saat upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2015. Tim Sadewa bertugas sebagai pengibar dan Nakula sebagai tim penurunan bendera Sang Saka Merah Putih. Tempo/Aditia Noviansyah
Tak Hormat Saat Upacara Bendera, JK: Saya Ikut Undang-Undang

JK mengatakan sikapnya saat upacara sama seperti Bung Hatta.