TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Agus Rianto mengatakan massa yang melakukan konvoi diperbolehkan melanggar lalu lintas. Alasannya, supaya tidak menimbulkan kemacetan yang semakin panjang.
"Konvoi itu kan biasanya jumlah massa banyak. Nah, kalau mengikuti aturan berhenti di lampu merah, bisa makin macet," ucapnya di kantornya, Senin, 17 Agustus 2015.
Keputusan boleh-tidaknya melanggar lalu lintas tersebut, ujar Agus, hanya dapat diputuskan petugas pengawalan. Dia menurutkan petugas pengawalan lebih mengetahui kapan dan di titik mana harus melanggar beserta alasannya.
Agus memperkuat pendapatnya berdasarkan Pasal 134 huruf g Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Huruf g ini, menurut Agus, merupakan hal lain-lain yang berkembang menurut penilaian kepolisian.
Begitu pula saat polisi mengawal konvoi untuk menerobos lampu merah. Hal itu diatur dalam Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal itu berbunyi, kepolisian, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
"Mereka pasti saling komunikasi dengan polisi-polisi yang berjaga di tiap titik lampu merah. Kondisinya seperti apa, apa yang harus dilakukan supaya tidak macet. Sifatnya situasional saja," tuturnya.
Sebelumnya, konvoi moge di Yogyakarta sempat menarik perhatian netizen. Penyebabnya, salah seorang pengendara sepeda, Elanto Wijoyono, menghadang rombongan moge supaya tak menerobos lampu merah.
Agus berpendapat, tindakan Elanto dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Ia menegaskan, pernyataan tersebut bukan berarti menyalahkan tindakan Elanto dan membela kepolisian. "Kami hanya mengingatkan ada bahaya, bukan berarti membela siapa pun. Kalau ada yang kurang berkenan, silakan dikomunikasikan kepada kami," katanya.
Dia mengakui, kegiatan pengawalan memang kerap menimbulkan kecemburuan sosial, termasuk rasa ketidakadilan bagi sejumlah pihak. Dalam hal ini, ia beranggapan, keadilan bersifat subyektif.
"Sama seperti kita. Kalau ada pejabat lewat, kita merasa senang kalau ada di sisi yang disuruh jalan terus walaupun lampu merah. Tapi, kalau kita berada di sisi yang berhenti ketika lampu hijau, kita merasa itu tidak adil," ucapnya.
DEWI SUCI RAHAYU