TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menginginkan kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu segera diusut. Saat ini, kata dia, pemerintah masih melakukan penyelidikan atas beberapa kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu.
"Pasti, kan, kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi fokus pemerintah untuk diselesaikan," kata Kalla di kantornya, Sabtu, 15 Agustus 2015. "Seperti Semanggi dan banyak kasus lain yang saat ini sedang pemeriksaan."
Namun, menurut Kalla, jalan yang baik dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu dengan cara rekonsiliasi. Dia juga mendukung langkah Presiden Joko Widodo saat pidato kenegaraan di Kompleks Parlemen Senayan. Ketika itu, Jokowi menilai cara menyelesaikan pelanggaran HAM adalah rekonsiliasi.
"Pemeriksaan, penyidikan di pengadilan, kan. Tapi, ya, hasilnya seperti apa yang disampaikan (Presiden) itu," ujarnya.
Presiden Joko Widodo memastikan bakal membentuk komite rekonsiliasi untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia masa lalu. Saat ini pemerintah masih merumuskan formulanya sebelum membawa kasus-kasus pelanggaran HAM berat ke komite rekonsiliasi.
“Pemerintah menginginkan ada rekonsiliasi nasional sehingga generasi mendatang tak terus memikul beban sejarah masa lalu,” tutur Presiden dalam pidato kenegaraannya pada sidang bersama Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Gagasan untuk membentuk komite rekonsiliasi sebenarnya sudah didengungkan sejak lama. Pada 2004, pemerintah dan DPR menyepakati Undang-Undang Nomor 27 tentang komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Sebelum kasus-kasus HAM diselesaikan, Mahkamah Konstitusi membatalkan undang-undang itu pada 2006. Setelah itu, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu terkatung-katung.
Komnas HAM sudah menyelidiki sejumlah kasus pelanggaran HAM berat, di antaranya peristiwa 1965, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Lampung 1989, kasus orang hilang 1997-1998, penembakan mahasiswa Trisakti 1998, kasus kerusuhan Mei 13-15 Mei 1998, serta kasus Semanggi 1 dan 2. Berkas semua kasus sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung, tapi tak kunjung ditindaklanjuti.
REZA ADITYA | TIKA PRIMANDARI