TEMPO.CO - LETNAN Dua Ayub Prakoso dan Letnan Satu Ali Siwasiwan kaget bukan main ketika menaiki kapal motor Sinar Purnama di perairan Tarakan, Kalimantan Utara, pertengahan Juli lalu. Bak kapal hantu, tak ada orang di dalam kapal berkelir biru dan berkarat itu. Di dalam kabin, barang-barang berserakan seperti ditinggalkan terburu-buru. Di lambung kapal sepanjang 44 meter itu tersimpan berton-ton semen.
Berdasarkan informasi satelit Badan Keamanan Laut, kapal pengangkut barang itu sudah lego jangkar di tengah laut Tarakan sejak beberapa pekan sebelumnya. Tak ditemukan dokumen di kapal berbobot 450 gross ton itu.
Komandan Pangkalan TNI AL Tarakan, Kolonel Aries Cahyono, lantas menyerahkan temuan kapal ke Polisi Air dan Udara Polda Kalimantan Timur. “Penyelidikan selanjutnya dilakukan oleh Polda Kaltim,” kata Aries ketika dihubungi Tempo, Selasa, 11 Agustus 2015.
Badan Keamanan Laut berhasil mengendus KM Sinar Purnama berbekal sistem satelit pemantau kapal milik mereka. Berbekal sistem tersebut, Badan Keamanan Laut dapat memantau lebih dari 11 ribu kapal berbagai jenis yang berlayar di perairan Indonesia.
Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut Laksamana Pertama (Maritim) Dicky Rezady Munaf mengaku berfokus mengawasi kapal-kapal yang sengaja berdiam lama di satu titik lokasi di tengah laut. Sebab, sangat aneh jika kapal sengaja berdiam selama berhari-hari di tengah laut. Dicky menduga kuat kapal itu melakukan transaksi atau kegiatan ilegal. “Termasuk kapal semen di Tarakan, bisa saja sengaja menjual semen secara ilegal.” kata Dicky kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Apa yang dilakukan Badan Keamanan Laut itu adalah salah satu upaya mereka untuk menghadang penyelundupan barang di perairan tengah Nusantara, atau yang sering disebut Alur Laut Kepulauan Indonesia 2. Wilayah laut itu merupakan jalur lalu lintas internasional yang membentang dari Selat Lombok-Laut Flores-Selat Makassar-Laut Sulawesi. Setiap hari, satelit Badan Keamanan Laut memantau ribuan kapal kargo yang lalu-lalang di perairan tersebut. “Sayangnya kami tak bisa mendeteksi satu per satu isi kargo,” kata Dicky.
Badan Keamanan Laut juga mendeteksi puluhan pelabuhan tikus di sekitar Balikpapan, Palu, dan Makassar. Sesuai dengan makna konotasinya, pelabuhan itu menjadi tempat bongkar-muat kapal tak berizin. Pelabuhan-pelabuhan itu tak memiliki dermaga, walhasil kapal-kapal besar cukup lego jangkar di sekitar pantai. Proses bongkar muatan disalurkan menggunakan kapal kecil dan memakan waktu hingga dua hari. “Jika satelit kami temukan kapal kargo berdiam di situ selama beberapa hari, kemungkinan besar sedang memuntahkan barang ke pelabuhan tikus,” kata dia.
Selanjutnya >> Barang selundupan merusak harga di pasar lokal...