TEMPO.CO, Bangkalan - Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menetapkan status darurat kekeringan akibat datangnya musim kemarau. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bangkalan Wahid Hidayat mengatakan keputusan ini diambil setelah warga di 80 desa mulai mengalami kesulitan mendapat air bersih.
"Delapan puluh desa terdampak kemarau ini menyebar di 18 kecamatan," kata dia, Rabu, 12 Agustus 2015.
Sebanyak 80 desa yang terkena dampak kemarau, kata dia, terbagi dalam dua klasifikasi. Sekitar 31 desa masuk kategori kering kritis dan sisanya 48 desa masuk kategori kering langka. "Kering kritis itu, kalau mau ngambil jaraknya 1 kilometer dari rumah. Sedangkan kering langka, jaraknya 3 kilometer," ujar Wahid.
Baca Juga: Evan Dimas ke Spanyol, Begini Perjuangan yang Harus Ditembus
Menurut Wahid, secara statistik, jumlah desa yang mengalami kekeringan menurun dibanding 2014. Meski penurunannya tidak signifikan. "Tahun lalu 89 desa, sekarang 80 desa."
Dia menambahkan, dengan adanya status darurat kekeringan, diharapkan kekeringan tidak akan bertambah parah. Pasalnya, kondisi di 80 desa tersebut akan terus dipantau dan secara bergiliran akan dipasok air bersih menggunakan mobil tangki air. "Ada sepuluh mobil yang kita siapkan untuk memasok air bersih," kata dia.
Simak: Ahok Curhat: Di Balik Ketenaran Ada Kepedihan
Sejumlah camat di Bangkalan menilai kekeringan yang terjadi di wilayahnya tidak separah tahun lalu. Camat Kwanyar Anang Yulianto mengatakan terdapat dua desa di Kecamatan Kwanyar yang jadi langganan kekeringan. Warga di dua desa itu biasanya menumpang mandi di kantor kecamatan, termasuk sang kepala desa. "Tapi tahun ini rutinitas menumpang mandi itu belum terjadi, berarti pasokan air di sana masih aman," katanya.
Camat Geger Agus Leandy mengatakan ada tujuh desa di wilayahnya yang rawan kekeringan. Namun hingga saat ini pasokan air bersih untuk warga masih terpenuhi berkat ada embung air. "Meski begitu, tujuh desa ini tetap kita daftarkan ke BPBD agar jika embung kering bisa mendapat pasokan air bersih," ucap dia.
Baca juga: Ninih Penjual Getuk Cantik Raib dari Layar TV, Apa Kabarnya?
Dusun Renggujeng, Desa Arosbaya, Kecamatan Arosbaya, adalah salah satu yang terdampak kemarau. Sudah sebulan terakhir air di sumur warga berubah menjadi keruh dan kekuningan. Sebagian lagi rasa airnya berubah asin. "Air di sumur hanya dipakai buat cuci baju dan piring," kata Amin, 60 tahun, warga Renggujeng.
Sementara untuk air konsumsi, warga harus membeli air galon atau air bersih yang dibeli dari desa lainnya seharga Rp 10 ribu per tiga jeriken. "Saat kemarau, untuk air saja, kami harus keluarkan Rp 150 ribu per bulan."
MUSTHOFA BISRI