TEMPO.CO, Parepare - Krisis blangko pembuatan kartu tanda pendudukan elektronik (e-KTP) terjadi di sejumlah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah Kota Parepare, misalnya, harus meminjam blangko e-KTP dari daerah lain.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Parepare, Amran Ambar, menjelaskan persediaan blangko di daerah itu sudah habis sejak akhir Juli lalu. “Kami harus tetap melayani permohonan pembuatan e-KTP, yang rata-sata setiap hari 70 orang,” katanya, Senin, 10 Agustus 2015.
Menurut Amran, jumlah blangko e-KTP yang dipinjam sebanyak 1.824 lembar. Peminjaman dilakukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar dan Kabuppaten Soppeng, masing-masing 912 lembar. “Kami ganti setelah menerima pengiriman dari pemerintah pusat,” ujarnya.
Amran menjelaskan, pihaknya sudah mengajukan permintaan tambahan blangko e-KTP dari Direktorat Jenderal Kependudukan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta. Berdasarkan inforasi yang diperoleh Amran, pengiriman dari Jakarta akan dilakukan pada awal September mendatang.
Pada 17 November 2014 lalu, kata Amran, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Parepare menerima kiriman 3.192 lembar blangko e-KTP. Namun, habis digunakan saat melayani permohonan warga yang masuk kategori wajib memiliki e-KTP.
Sambil menunggu tambahan kiriman blangko e-KTP, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Parepare telap melayani permohonan warga. Sebagai pengganti e-KTP, warga diberikan surat keterangan kependudukan. “Setelah e-KTPnya sudah dicetak, warga bisa mendapatkannya dengan menunjukkan surat keterangan itu,” ucap Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Parepare, Ninie.
Anggota DPRD Kota Parepare, Muliadi, menghargai langkah cepat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Parepare mengatasi krisis dokumen kependudukan. Namun, dia mengkhawatirkan terjadi masalah nomor blangko e-KTP, karena berasal dari daerah lain. “Mudah-mudahan masalah itu tidak terjadi,” tuturnya.
Salah seorang warga yang bermukim di Jalan Guru Maming, Kelurahan Ujung Bulu, Kecamatan Soreang, Ahmar Rasak, 17 tahun, mempersoalkan keabsahan surat keterangan kependudukan sebagai pengganti sementara e-KTP. Apalagi dia akan mendaftarkan diri menjadi anggota TNI. “Surat itu tidak bisa dipakai. Saya minta dibuatkan KTP saja,” katanya.
Krisis blangko e-KTP juga melanda Kota Palopo. Akibatnya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat akan menghentikan sementara pelayanan pembuatan e-KPT mulai akhir Agustus mendatang. “Blangko e-KTP hanya tersisa 300 keping, yang diperkirakan akan habis dalam waktu 20 hari,” ujar Kepala Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Kota Palopo, Andi Rahmat.
Rahmat menjelaskan, pihaknya hanya mendapat jatah 3.500 blangko e-KTP. Sedangkan jumlah penduduk yang wajib memiliki e-KTP 115.493 orang.
Rahmat mengatakan, proses perekaman data yang berkaitan dengan penerbitan e-KTP tetap dilangsungkan, baik di Kantor Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan maupun di masing-masing kantor kecamatan. Hingga saat ini tidak ditemukan kendala. Sebab, semua sistem dan alat perekaman data dalam kondisi baik. “Hanya terjadi gangguan jaringan internet, tapi hanya sebentar,” ucapnya.
Namun, yang membuat Rahmat Gusar justeru keterbatasan jumlah blangko atau keping e-KTP. Sebab, warga yang sudah melakukan perekeman data tidak bisa segera mendapatkan e-KTPnya. “Diperkirakan sekitar 4000 hingga 5000 warga tidak bisa dilayani akibat kehabisan keping e-KTP,” ujarnya.
Rahmat mengatakan, melalaui Pemerintah Kota Palopo, pihaknya telah meminta tambahan blangko e-KTP dari Kementerian Dalam Negeri di Jakarta. Adapun bagi warga yang sudah melakukan perekaman data, untuk sementara diberikan surat keterangan domisili sebagai pengganti e-KTP. “Masa berlakunya temporer sampai blangko e-KTP kami terima dari pusat," ucapnya.
Namun, salah seorang warga Kelurahan Salekoe, Saparuddin, berharap blangko e-KTP bisa segera tersedia, sehingga dirinya bisa memiliki e-KTP. Proses perekaman data sudah dilakukannya.
Saparuddin mengatakan, meski merupakan pengganti e-KTP, surat keterangan domisili tidak dapat digunakan berbagai keperluan, termasuk saat berurusan dengan bank. “Untuk mengurus permohnan kredit di bank, surat keterangan domisili tidak berlaku,” tuturnya.
DIDIET HARYADI SYAHRIR | HASWADI