TEMPO.CO, Semarang - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan menerapkan seleksi yang ketat dalam penyaluran Bantuan Sosial dan hibah 2015. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini tak ingin ada penyelewengan seperti tahun-tahun sebelumnya. Juga tak ingin ada timbul masalah hukum seperti yang terjadi di Sumatera Utara saat ini.
“Kami memegang prinsip, semua harus sesuai dengan aturan dan semua harus diverifikasi satu per satu,” kata Ganjar kepada Tempo, Jumat, 7 Agustus 2015. Ganjar menegaskan, titipan-titipan proposal bantuan yang tidak jelas pasti akan dicoret.
Kini, ucap Ganjar, penyaluran hibah tak bisa sembarangan. Sebab, penerima hibah harus memiliki badan hukum sekurang-kurangnya tiga tahun. Masalahnya, banyak kelompok masyarakat di Jawa Tengah belum mengantongi legalitas berbadan hukum.
Ganjar hanya mau menyalurkan hibah ke kelompok masyarakat yang sudah berbadan hukum. Maka, ujar Ganjar, dia banyak mendapatkan protes dari kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah. Sebab, lembaga-lembaga seperti masjid, musala, dan pondok pesantren kesulitan mengakses bantuan karena belum berbadan hukum.
Ganjar juga memerintahkan jajarannya untuk memverifikasi secara ketat para pemohon bantuan. “Semua diverifikasi satu per satu,” tuturnya. Maka Ganjar mengakui program penyaluran hibah dan Bansos di wilayahnya terkesan lamban. Sebab, penerima harus diverifikasi satu-satu.
Dalam penyaluran Bansos 2014, Badan Pemeriksa Keuangan Jawa Tengah menemukan beberapa persoalan di Jawa Tengah. Misalnya, ada delapan kelompok yang diberi hibah selama tiga tahun berturut-turut. Nilai totalnya pada 2012 mencapai Rp 7,7 miliar, 2013 Rp 11,8 miliar, dan 2014 Rp 8,8 miliar.
Dalam audit BPK yang salinannya diterima Tempo, delapan penerima berturut-turut itu berinisial KKPM sebanyak Rp 554 juta (2012), Rp 1,7 miliar (2013), dan Rp 730 juta (2014); FKUB Rp 500 juta per tahun; GOPTKI Rp 750 juta per tahun; GNOT Rp 160-310 juta per tahun; IGTKI Rp 600 juta per tahun; serta BKOW, FKLSM, dan NP masing-masing dikucuri hibah mulai Rp 200 juta hingga Rp 400-an juta per tahun.
Selama ini, anggaran Bansos dan hibah memang sangat rawan diselewengkan. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak pihak yang dijebloskan ke penjara karena menyalahgunakan anggaran Bansos. Saat ini Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah masih mengusut penyelewengan Bansos tahun anggaran 2011 yang melibatkan berbagai pihak.
Dua Staf Ahli Gubernur Jawa Tengah dan mantan Kepala Biro Provinsi Jawa Tengah sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini juga melibatkan penerima, yakni lima mantan aktivis mahasiswa di Semarang. Di Jawa Tengah, dari kalangan DPRD periode 2009-2014 juga sudah ada yang terseret dalam kasus penyelewengan Bansos, antara lain bekas pemimpin DPRD Jawa Tengah, Riza Kurniawan.
Ganjar menegaskan, jika masih ada penyelewengan Bansos dan hibah, yang bersangkutan harus diproses secara hukum. “Kalau ada penyelewengan, dihukum saja,” kata Ganjar.
ROFIUDDIN