TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengkaji usulan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur, soal hukuman mati bagi koruptor. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, secara resmi pemerintah belum mendapatkan rekomendasi itu.
Jika rekomendasi itu sudah diterima, pemerintah pasti merespons. "Akan kami kaji bersama. Pemerintah dan NU akan duduk bersama," kata Tedjo di Istana Negara, Kamis, 6 Agustus 2015.
Tedjo mengatakan, saat ini belum bisa mengatakan apakah pemerintah menerima rekomendasi itu atau tidak. “Kami, kan, baru mendengar," ujarnya. Tedjo juga menjelaskan, Presiden Joko Widodo akan ikut membahas rekomendasi tersebut. "Termasuk rekomendasi (yang akan masuk dari) Muktamar Muhammadiyah," ucapnya.
Dalam lima hari terakhir, NU dan Muhammadiyah menggelar muktamar untuk menentukan pimpinan baru. Muktamar NU berlangsung di Jombang, Jawa Timur. Sedangkan Muhammadiyah mengadakan muktamar ke-47 di Makassar.
Komisi Bahtsul Masa'il Waqi'iyah Muktamar NU ke-33 sepakat atas penerapan hukuman mati. Ancaman hukuman mati dianggap layak diberikan untuk pelaku pembunuhan, produsen, pemasok, pengedar narkoba, perampok, dan koruptor.
Sebelum dibahas dalam muktamar, puluhan ulama NU telah melakukan pertemuan di Yogyakarta untuk menyusun usulan pemberantasan tindak pidana korupsi, yang salah satunya merekomendasikan hukuman mati itu. Para ulama NU menilai koruptor layak dihukum mati, karena dampak dari perbuatannya menimbulkan kerugian yang luar biasa.
Sedangkan Muhammadiyah, agenda muktamar membahas empat isu penting. Isu itu dibagi dalam komisi, yaitu Komisi I membahas isu-isu umum dan program Muhammadiyah, Komisi II membahas komitmen Muhammadiyah terhadap nilai-nilai Pancasila, Komisi III mengkaji model dakwah pencerahan, dan Komisi IV mengupas isu-isu strategis demi kemajuan bangsa.
REZA ADITYA