TEMPO.CO, Balikpapan - Lubang bekas galian tambang batu bara di Kalimantan Timur kembali makan korban. Kali ini menimpa Sanopa M. Rian Gunawan, 14 tahun. Siswa SMP 1 Tenggarong itu, yang tewas setelah tenggelam di lubang bekas galian tambang batu bara PT Cakra Serbaya di Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kamis, 6 Agustus 2015, pukul 14.50 Wita.
Dinamisator LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Merah Johansyah, menjelaskan kronologi peristiwa tewasnya Sanopa. Bermula saat Sanopa dan teman-temannya berenang di lubang bekas galian tambang batu bara PT Cakra. Sanopa tiba-tiba lemah dan tenggelam di lubang dengan kedalaman lima hingga sepuluh meter itu.
Para penyelam dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kutai Kartanegara, TNI, dan Polri, berhasil mengevakuasi tubuh korban yang ditemukan di dasar lubang. Korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Parikesit, Tenggarong. Namun, nyawanya tidak tertolong.
Merah mengatakan, Kecamatan Sebulu terdapat 59 izin tambang batu bara yang terdiri 22 izin produksi dan 37 izin eksplorasi. Adapun di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara diperkirakan mencapai 600 izin. “Kabupaten Kutai Kartanegara memang mengobral penerbitan izin tambang batu bara, dan masyarakat yang menjadi korban,” katanya, Kamis, 6 Agustus 2015.
Dia mencatat setidaknya sudah sepuluh jiwa melayang akibat tenggelam di lubang bekas tambang yang ada di Kutai Kartanegara dan Samarinda.
Korban tewas sebelumnya adalah Ardi Bin Hasyim, 10 tahun, yang tenggelam di lubang bekas tambang PT CMS Samarinda pada Mei lalu. Korban merupakan anak pasangan Hasyim dan Nur Aini, yang rumahnya berdampingan dengan lokasi pertambangan.
Jatam sempat merilis nama-nama perusahaan yang dianggap bertanggung jawab atas berbagai peristiwa maut itu, yakni PT Hymco Coal, PT Panca Prima Mining, PT Energi Cahaya Industritama, PT Graha Benua Etam, dan PT Cahaya Energi Mandiri.
Adapun korban tenggelam di area pertambangan di Samarinda, yakni Miftahul Jannah, Junaidi, Ramadhani, Eza, Ema, Maulana Mahendra, Nadia Zaskia Putri, Muhammad Raihan Saputra, dan Ardi Bin Hasyim.
S.G. WIBISONO