TEMPO.CO, Jombang - Kehadiran KH Mustofa Bisri di arena Muktamar Nahdlatul Ulama meredakan konflik yang tengah berlangsung. Dengan berurai air mata, pemimpin Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Rembang ini mengambil alih tanggung jawab atas kekisruhan muktamar yang terjadi.
Gus Mus tak bisa menahan air mata saat mengungkapkan kesedihannya atas kekisruhan yang terjadi. "Saya sejak semalam belum tidur. Bukan apa-apa, saya memikirkan Anda sekalian," kata Gus Mus sambil terisak, Senin, 3 Agustus 2015. (Lihat Video: Kisruh Muktamar NU, Gus Mus Menangis Minta Maaf)
Gus Mus mengatakan dia telah mengundang para kiai sepuh yang prihatin atas perseteruan muktamirin. Mereka menyatakan keprihatinan yang mendalam sekaligus kesedihan karena pelaksanaan muktamar ini justru berada di Jombang, tempat lahirnya organisasi ini. "Saya ingin mengembalikan akhlak Kiai Hasyim Ashari yang mulai ditinggalkan. Di sini NU didirikan, apa kita mau meruntuhkannya di sini juga?" ujar Gus Mus.
Gus Mus meminta para peserta melepas semua kepentingan yang dibawa dalam arena muktamar ini. NU, kata dia, jauh lebih besar dari persoalan tetek-bengek yang selama ini diributkan peserta. "Lepaskanlah, kalau perlu saya akan mencium kaki-kaki kalian untuk menunjukkan sikap tawadu yang diajarkan Kiai Hasyim."
Dengan lantang, Gus Mus juga menyatakan bertanggung jawab penuh atas semua kekisruhan yang terjadi. Sebagai Rais Aam, Gus Mus merasa menjadi orang yang patut disalahkan atas kekacauan ini. "Saya meminta maaf kepada semua peserta muktamar, khususnya kepada orang-orang tua. Maafkanlah saya. Saya yang paling bertanggung jawab," tuturnya.
Baca Juga:
Muktamar NU:
Ungkap Politik Uang, Peserta Muktamar Diusir Banser
Muktamar NU, Kubu Gus Solah Minta Dugaan Suap Diusut Polisi
Jokowi Sarungan ke NU, Megawati: Dik, Sarungnya Bagus
Sikap ini menuai pujian sekaligus kekaguman para peserta muktamar. Sosok Gus Mus dianggap sebagai pemimpin sejati yang berani mengambil tanggung jawab dan tak menyalahkan orang lain. Karena itu, tak ada satu pun peserta yang menyatakan menolak ataupun sekadar berkomentar atas keputusan membatalkan Ahlul Halli wa Aqdi yang diambil Gus Mus. "Kalau Gus Mus sudah bicara, tak ada yang berani membantah," ucap seorang muktamirin.
HARI TRI WASONO