TEMPO.CO, Jakarta - Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Bisri, akhirnya turun tangan menyelesaikan polemik soal proses pemilihan Rais Aam PBNU pada Muktamar NU.
Pada sidang hari ini, Gus Mus--demikian KH Mustofa Bisri biasa disapa-- memutuskan menarik pasal 19 dalam rancangan tata tertib yang dipersoalkan peserta. Dia menyatakan pemilihan dewan syuro akan dilakukan melalui pemungutan suara oleh Rois Syuriah cabang dan wilayah.
Perang urat syaraf antarpendukung dan penolak ahlul halli wal aqdi (ahwa) langsung reda ketika Gus Mus mengambil alih pimpinan sidang. Para muktamirin yang semula saling berkomentar mendadak senyap menunggu pernyataan Gus Mus yang menjabat Rais Aam PBNU sementara menggantikan Kiai Sahal yang wafat.
"Demi melihat situasi yang terjadi, saya dan para kiai memutuskan untuk mengambil keputusan apabila ada pasal tidak disepakati muktamirin tentang Rais Aam, akan diputuskan melalui pemungutan suara oleh Rais Syuriah sendiri. Biarlah para kiai memilih pemimpinnya sendiri," kata Gus Mus memecah keheningan, Senin, 3 Agustus 2015.
Keputusan ini, menurut Gus Mus, adalah hasil diskusi panjang dengan para kiai untuk memecahkan kebuntuan mekanisme pemilihan Rais Aam. Dengan keputusan ini, maka otomatis pencalonan sembilan kiai menjadi anggota ahwa yang akan memilih Rais Aam PBNU, gugur.
Baca Juga:
Sebelum menyampaikan keputusannya, Gus Mus mengawali dengan sebuah permintaan: "Saya mendapat mandat dari Allah sebagai Rais Aam sementara karena Kiai Sahal dipanggil Allah. Perhatikan saya karena saya Rais Aam," kata Gus Mus.
Muktamirin terdiam mendengar keputusan Gus Mus tersebut. Mereka terlihat tawadu menerima keputusan Gus Mus dan tak lagi mempersoalkan polemik ahwa.
Pimpinan sidang KH Slamet Efendy Yusuf langsung mengumumkan pencabutan pasal 19 dari tata tertib setelah disetujui muktamirin. Selanjutnya pembahasan pasal 20 yang mengatur pemilihan ketua umum PBNU melalui pemungutan suara langsung disepakati.
HARI TRI WASONO