TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur menolak membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Prijanto. Hakim menyatakan obyek sengketa tidak dapat disidangkan di PTUN.
"Menimbang, mengadili, memutuskan menolak permohonan penggugat serta menerima eksepsi tergugat dan tergugat intervensi," kata hakim Ujang saat membacakan putusannya, Rabu, 29 Juli 2015.
Hakim menerima eksepsi atau pembelaan Menkumham yang menilai PTUN tidak berwenang mengadili gugatan tersebut. Alasannya, Pasal 2 huruf d Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Tata Usaha Negara menyebutkan keputusan PTUN dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
Sedangkan aturan mengenai pembebasan bersyarat tidak diatur dalam KUHP, tapi Undang-Undang Pemasyarakatan. Dengan demikian, hakim menilai pembebasan bersyarat hanya dapat dijadikan obyek sengketa di pengadilan umum, bukan PTUN.
"Maka pokok perkara tidak dipertimbangkan lagi," ucap Ujang. Selain eksepsi itu, Kemenkumham juga mengajukan poin eksepsi lain, yaitu SK tersebut tak menimbulkan kerugian terhadap penggugat. Selain menolak gugatan, hakim membebankan biaya perkara Rp 302.000 kepada Imparsial.
Sebelumnya, lembaga monitor pelanggaran hak asasi manusia, Imparsial, dan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir mengajukan gugatan terhadap SK Menkumham tentang pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Prijanto bernomor W11.PK.01.05.06.0028.
Surat itu muncul karena Menteri Yasonna mengabulkan permohonan bebas bersyarat Pollycarpus setelah dia menjalani masa pidana penjara 8 tahun 11 bulan dari total 14 tahun masa penjaranya. Bekas pilot Garuda Indonesia itu divonis bersalah atas pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.
INDRI MAULIDAR