TEMPO.CO, Garut - Warga kampung Pasir Bajing, Desa Sukaraja, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, memblokir jalan menuju kawasan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di dekat pemukiman mereka, Selasa, 21 Juli 2015. Aksi blokade ini dilakukan warga dengan cara menutup jalan masuk dengan gunungan sampah setinggi 80 sentimeter.
Akibatnya semua kendaraan pengangkut sampah terpaksa balik badan. Aksi warga ini dilakukan sejak pagi hingga sore hari ini. Selain menutup jalan, warga juga membentangkan spanduk bertuliskan agar TPA ditutup.
Aksi ini sebagai bentuk protes warga terhadap pemerintah karena aspirasinya tidak mendapatkan tanggapan. Mereka sebelumnya mengeluhkan adanya pembakaran sampah di TPA. "Pembakaran sampah dilakukan dari awal puasa hingga hari ini. Bahkan di malam takbiran pun api masih terlihat besar," ujar Ketua Rukun Warga 02, Desa Sukaraja, Asep Suparman, kepada Tempo, di tempat unjuk rasa.
Menurut dia, akibat pembakaran ini, banyak diantara warganya yang menderita sakit pernapasan seperti asma dan ispa. Penyakit itu diakibatkan karena kepulan asap dari pembakaran sampah cukup banyak memasuki pemukiman. Apalagi jarak pemukiman dengan TPA hanya sekitar 500 meter.
Asep mengaku, telah berulangkali mendatangi Dinas Lingkungan hidup untuk melaporkan kondisi yang dialami warganya. Namun hingga hari ini tidak ada tanggapan. "Alasan sibuk membenahi PKL, apa hubungannya lingkungan hidup sama pedagang kaki lima. Sementara kami dibiarkan menderita," ujarnya.
Pada saat aksi unjuk rasa berlangsung, satu unit mobil pemadam kebakaran datang ke TPA. Namun dihadang oleh warga dan disuruh untuk kembali. "Kalau mau dari kemarin, kalau sekarang tanggung. Biar yang sakit tambah banyak," teriak warga.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Garut, Aji Sukarmaji, mengaku kebakaran yang terjadi di TPA bukan karena disengaja. Menurut dia, penyebab kebakaran karena cuaca yang cukup panas pada musim kemarau ini. "Penyebabnya karena adanya gesekan di dalam sampah. Apalagi sampah itu mengandung panas dan gas metan jadi sangat riskan adanya api," ujarnya.
Dia mengaku setiap kali ada kebakaran, pihaknya langsung menghubungi pemadam kebakaran. Hal itu dilakukan agar api tidak membesar.
Kebakaran ini juga diakibatkan karena belum maksimalnya program penataan TPA. Seperti mesin pengolahan sampah dan teknik pengelolaan. Sampah di TPA saat ini masih diolah dengan cara ditimbun. "Tahun besok akan akan melakukan penataan lebih baik lagi, programnya sudah kami siapkan," ujar Aji.
Dia mengaku aksi blokade ini tidak akan berlangsung lama. Alasannya karena pihaknya telah melakukan negosiasi dengan warga agar TPA dapat berjalan kembali. "Besok TPA sudah bisa beroperasi lagi," ujarnya.
Aksi unjuk rasa ini, menjadi tontonan para pemudik yang akan balik ke kampung halamannya. Gundukan sampah menuju TPA ini berada dipinggir jalur utama mudik Leles-Nagreg.
SIGIT ZULMUNIR