TEMPO.CO, Kupang - Sejumlah pengurus gereja di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang tergabung dalam Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB) mendeklarasikan gerakan menghentikan kekerasan terhadap anak.
Deklarasi ini dibuat karena maraknya kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia, seperti kasus Angelina di Denpasar, Bali, yang tewas ditangan ibu angkatnya. Deklarasi ini akan diumumkan saat puncak acara hari anak nasional (HAN) di Kupang pada Rabu, 22 Juli 2015.
"Kegiatan ini akan melibatkan sedikitnya 5.000 anak dari berbagai latar belakang termasuk anak jalanan," kata ketua panitia HAN 2015, Foni Mella, Senin, 20 Juli 2015.
Ada sepuluh poin deklarasi gerakan menghentikan kekerasan terhadap anak, di antaranya anak NTT menyerukan agar institusi keagamaan memutus mata rantai kekerasan terhadap anak, serta bebaskan anak Indonesia dari segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual.
Deklarasi ini akan ditandatangani 300 pemimpin gereja di NTT pada puncak acara HAN di Kupang, 22 Juli 2015. Perayaan hari anak nasional, menurut dia, merupakan bentuk kepedulian gereja terhadap anak dan melindungi anak-anak dalam pemenuhan hak anak. Kegiatan ini akan melibatkan anak-anak dari berbagai dedominasi, di antaranya Katolik sebanyak 1.500 anak, GMIT seribu anak, serta anak jalanan dan panti asuhan. Puncak acara HAN itu, Foni menambahkan, akan dihadiri Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.
Ketua JPAB Jimi mengatakan perayaan hari anak nasional di Kupang bertujuan agar gereja bisa lebih peduli terhadap masalah kekerasan anak. "Selama ini yang diperhatikan gereja hanya orang tua, sedangkan anak-anak sangat minim," katanya.
Menurut dia, banyak anak-anak berisiko di NTT, karena kurangnya perhatian orang tua, sehingga dibutuhkan kesadaran dari pemimpin gereja terkait masalah anak. "Gereja harus beri perhatian khusus terhadap anak," katanya.
YOHANES SEO