TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Ronny Mandang mengkonfirmasi surat edaran salah satu anggota gerejanya, Gereja Injili di Indonesia (GIDI), di Tolikara, Papua. Menurut dia, surat itu memang dikeluarkan oleh GIDI Tolikara sebagai imbauan untuk warga setempat.
"Surat memang dibuat oleh sinode GIDI Tolikara dalam rangka kegiatan gereja," kata Ronny dalam konferensi pers bentrok Tolikara di kantor PGI Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu, 18 Juli 2015.
Ronny mengaku baru mengetahui isi surat edaran dari satu anggota PGLII. Adapun PGLII tak tahu soal surat itu sebelumnya. Lalu, dia mengkonfirmasi hal ini dengan pejabat gereja setempat. "PGLII tak setuju soal isi surat edaran karena rentan konflik," kata Ronny.
Walaupun begitu, Ronny melihat surat ini sebagai kelanjutan dari peraturan daerah setempat soal izin tempat beribadah. Jadi, kata Ronny, sebenarnya isi surat edaran seperti itu sudah biasa di kalangan masyarakat Tolikara. "Ini kan sifatnya lokal dan diketahui warga setempat," kata dia.
(Baca: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/18/078684764/rusuh-tolikara-presiden-jokowi-minta-maaf-ke-umat-islam )
Baca Juga:
Dia juga mengingatkan agar masyarakat Indonesia, khususnya warga Papua, tak terprovokasi dengan beredarnya surat itu di media sosial. Hal ini dikarenakan belum tentu surat edaran itu adalah pemicu utama bentrok di Tolikara kemarin.
Surat edaran yang dimaksudkan ini adalah surat pemberitahuan dari GIDI wilayah Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, soal kegiatan seminar dan kebaktian kebangunan rohani skala internasional dari 13-18 Juli 2015. Dalam surat itu juga dituliskan larangan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri di dekat area gereja.
Ronny mengatakan, larangan ini sebenarnya adalah bentuk antisipasi agar speaker masjid tak menganggu jalannya acara GIDI. Surat ini pun sudah ditembuskan ke bupati, DPRD, kapolres, hingga danramil setempat.
Adapun, kerusuhan terjadi di Kaburaga, Kabupaten Tolikara, Papua, tepat pada perayaan Idul Fitri 1436 Hijriah, Jumat, 17 Juli 2015. Sekelompok warga Tolikara membakar kios, rumah, dan Musala Baitul Mutaqin yang terletak di dekat tempat penyelenggaraan Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Injili Pemuda.
Para pelaku pembakaran sempat melempari musala dengan batu sambil melarang pelaksanaan salat Idul Fitri. Saat kebakaran meluas, warga muslim Tolikara langsung membubarkan diri. Salat terpaksa dibatalkan. Menurut temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, sedikitnya sebelas orang terluka dan satu anak tewas, enam rumah, sebelas kios, dan satu musala ludes terbakar.
YOLANDA RYAN ARMINDYA