TEMPO.CO, Jakarta - Kabupaten Tolikara di Provinsi Papua menjadi perhatian lantaran insiden pembakaran musala, rumah penduduk, dan kios pada Lebaran, Jumat, 17 Juli 2015. Ternyata, nama kabupaten yang terletak di pegunungan tengah Papua itu memiliki makna penting.
Mengutip dari situs Kabupaten Tolikara, tolikarakab.go.id., Sabtu, 18 Juli 2015, nama Tolikara merepresentasikan kemajemukan masalah hidup warga sekitar. “Jeritan itu diabadikan dalam sebuah akronim Tolikara, ‘Tolong Lihat Kami Ini Rakyat’,” demikian tertulis.
Sejak Distrik Karubaga terbentuk, pembangunan di semua sektor tak mengalami perubahan. Sebab, distrik tersebut jauh dari kendali pembangunan Kabupaten Jayawijaya. Alhasil, distrik-distrik lainnya rata-rata juga mengalami ketertinggalan di berbagai sektor.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, membuka peluang untuk percepatan pembangunan. Pada 7 Juni 2002, Tolikara dimekarkan menjadi kabupaten. Pemekaran tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002.
Kabupaten Tolikara memiliki luas wilayah 5.234 kilometer persegi yang terbagi menjadi empat kecamatan dengan Karubaga sebagai ibu kota kabupaten. Untuk mencapai Tolikara dapat melalui udara dengan menggunakan pesawat berbadan kecil dari Wamena atau dari Jayapura. Jalan darat menggunakan bus dari Wamena dengan waktu tempuh sekitar tujuh jam.
Selama 13 tahun ini, Tolikara sudah mengalami pergantian pemimpin enam kali. Diawali dengan Billy Wilhelmus Jamlean, Frans. R. Cristantus, Jhon Tabo, Turnip, Yusmin Timang sebagai pelaksana tugas sementara Bupati, sampai yang terkini Usman Wanimbo.
Pada Jumat pagi, pukul 08.00 WIT, satu musala, enam rumah, dan sebelas dibakar sekelompok warga setempat. Mereka membakar karena menolak adanya salat Id. Muslim hanya boleh menggelar salat Idul Fitri di luar wilayah itu karena pada 13-19 Juli 2015 Gereja Injil di Indonesia (GIDI) menyelenggarakan seminar dan KKR pemuda GIDI tingkat internasional. Ini sesuai surat imbauan Ketua GIDI wilayah Tolikara Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga pada 11 Juli 2015.
Korban pembakaran rumah dan sebelas kios ini diungsikan aparat keamanan ke depan Komando Rayon Militer 1702/Wms.
SINGGIH SOARES | CUNDING LEVI