TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, Maqdir Ismail, berharap Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada kliennya itu. Menurut Maqdir, hingga saat ini kliennya tersebut tidak terbukti bersalah.
"Seharusnya, Presiden Jokowi tidak keberatan memberikan grasi kepada Antasari," kata Maqdir saat dihubungi, Kamis, 16 Juli 2015. "Antasari harus dibebaskan."
Maqdir berujar penersangkaan dan hukuman Antasari hanya berdasarkan asumsi penyidik dan jaksa penuntut umum, dan dibenarkan hakim atas keterangan salah satu saksi. Dia mengklaim alat bukti selama penyidikan menunjukkan Antasari tak bersalah.
Antasari divonis 18 tahun penjara oleh PN Jaksel pada Februari 2010 dalam kasus pembunuhan bos PT Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen pada 2009. Antasari sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tapi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Antasari akhirnya menempuh upaya hukum luar biasa melalui grasi kepada Presiden Jokowi pada 2015.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan Jokowi akan memberikan grasi kepada Antasari Azhar. Namun, kata dia, pemberian grasi itu terhalang beberapa hal. Salah satunya adalah masalah waktu pengajuan grasi yang sudah melebihi tenggat.
Berdasarkan Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Grasi, batas pengajuan grasi maksimal satu tahun setelah vonis pengadilan akhir. Namun Antasari baru mengajukan grasi setelah tiga tahun divonis pengadilan.
Maqdir berpendapat Jokowi dapat mengeluarkan kebijakan sesuai dengan hak prerogatifnya untuk memberi grasi, meskipun dalam Undang-Undang disebutkan batas waktunya. Jokowi, kata dia, tidak menyalahi UU bila memberikan grasi kepada Antasari dengan catatan ada pertimbangan yang logis.
Bukti Antasari tidak bersalah, kata Maqdir, harus menjadi pertimbangan kuat Jokowi. Dia menyebut Jokowi juga harus mempertimbangkan kondisi kesehatan Antasari yang kian memburuk. "Undang-Undang itu untuk kepentingan penegakan keadilan manusia. Kalau Presiden melihat ada yang salah dari suatu putusan, maka harus buat keputusan sendiri," ujarnya.
DEWI SUCI RAHAYU