TEMPO.CO, Pekanbaru - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, membutuhkan 450 sekat kanal untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di wilayah itu.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Meranti Mahmud Murod mengatakan sekat kanal dimanfaatkan untuk menjaga kadar air di hutan gambut agar selalu basah di sepanjang 90 kilometer kanal-kanal lepas di lima kecamatan. "Di Meranti banyak kanal lepas yang mengakibatkan gambut kering sehingga mudah terbakar," kata Murod kepada Tempo, Kamis, 9 Juli 2015.
Menurut Murod, dari hasil pantauan di sejumlah kanal di lima kecamatan, diperlukan sekitar 450 sekat. Tidak hanya hanya menjaga kadar air gambut, sekat kanal juga dinilai ampuh meningkatkan produksi perkebunan sagu milik penduduk.
Masalahnya, ujar Murod, pembangunan kanal membutuhkan biaya yang besar. Satu sekat kanal terbuat dari papan menghabiskan biaya Rp 17 juta. Sedangkan satu kanal beton yang dibangun antara perbatasan kanal dan laut perlu sekitar Rp 200 juta.
Dia telah mengajukan permohonan bantuan kepada Badan Penanggulangan Bencana Nasional melalui program sekat kanal yang diusung Presiden Jokowi. Namun hingga kini anggaran sekat kanal untuk Kabupaten Meranti belum juga diterima. "Anggarannya belum cair sampai sekarang," ujarnya.
Murod menjelaskan ada 13 sekat kanal proyek percontohan bantuan dari Presiden Joko Widodo di Sungai Tohor, Meranti, yang dinilai berhasil. “Gambut kembali basah dan produksi sagu rakyat meningkat,” kata Murod.
Sebelumnya, pemerintah lewat Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah menggagas program penyekatan kanal untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan di Riau dengan anggaran Rp 15 miliar. Pembangunan sekat kanal difokuskan di wilayah perbatasan Bengkalis dan Kepulauan Meranti. Namun hingga kini program itu belum terealisasi.
Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Pekanbaru menunjukkan munculnya titik panas di Riau sejak dua pekan terakhir. Titik panas yang dindikasikan kebakaran hutan dan lahan itu menimbulkan kabut asap. Walhasil dalam dua pekan terakhir wilayah Riau kembali diselimuti asap.
"Alat pemantau standar pencemaran udara di Pekanbaru dalam kategori tidak sehat," kata Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru Sugarin.
RIYAN NOFITRA