TEMPO.CO, Cilacap - Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Cilacap, Jawa Tengah, mengimbau semua pihak untuk mengantisipasi kekeringan yang mungkin terjadi hingga dua bulan ke depan. Kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah Jawa Tengah bagian selatan disebabkan semakin menguatnya gelombang panas El Nino.
Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo mengemukakan, saat ini gelombang panas El Nino menunjukkan kecenderungan menguat yang berdampak pada kurangnya curah hujan di bagian selatan Jawa.
"Curah hujan pada Juli hingga Agustus 2016 di bawah normal, artinya selama dua bulan ke depan kekeringan masih akan berlanjut," katanya, Rabu, 8 Juli 2015.
Perkiraan awal, pada Juni lalu, gelombang El Nino yang menyerang wilayah Indonesia, khususnya sejumlah wilayah di Jawa Tengah selatan, terpantau lemah. Namun dalam perkembangannya, kata Teguh, pada Juli hingga Agustus gelombang panas El Nino cenderung menguat sehingga menjadi El Nino sedang.
Ia menjelaskan, dampak lain dari gelombang El Nino menyebabkan beberapa wilayah menjadi rentan kebakaran hutan. BMKG juga mengimbau agar pihak-pihak di daerah mewaspadai terjadinya kebakaran hutan.
Namung gelombang El Nino, ia melanjutkan, hanya salah satu faktor pemicu kekeringan di Indonesia. Selain El Nino, kondisi suhu perairan yang masih cenderung antara hangat dan dingin semakin menyulitkan untuk turun hujan.
Dari hasil monitoring BMKG, perkembangan El Nino yang menguat akan dirasakan oleh masyarakat di wilayah selatan Jawa Tengah hingga selatan Yogyakarta. "Akibat adanya El Nino, diperkirakan awal musim hujan 2015 atau 2016 nanti di beberapa wilayah akan mundur," katanya.
Meski begitu, dampak gelombang El Nino mulai dirasakan warga, seperti ratusan hektare tanaman padi di Kabupaten Banyumas terancam puso dan sudah puso. Sedangkan di Kabupaten Cilacap, Banyumas, dan Purbalingga ribuan warga sudah mengalami kekurangan pasokan air bersih.
Kekeringan juga menyebabkan 700 keluarga di lereng Gunung Slamet kesulitan air bersih. Di Kabupaten Cilacap, sebanyak 77 desa berpotensi mengalami krisis air bersih dan lahan persawahan mengering. Desa-desa yang terdampak tersebut tersebar di beberapa kecamatan di Cilacap.
Bahkan, beberapa kecamatan di Cilacap sudah meminta bantuan suplai air bersih. Seperti di Desa Cimrutu, Kecamatan Patimuan, yang dihuni sekitar 921 keluarga, sudah mengalami krisis air bersih.
Di Banyumas, ribuan monyet ekor panjang turun ke permukiman untuk mencari makan. "Sekarang sudah bukan hewan keramat, tapi hama," kata Kasmiyah, warga Desa Cikakak Banyumas.
Monyet itu, kata Kasmiyah, mengambil makanan dan bumbu dapur di rumah. Mereka menjebol atap rumah dan masuk ke rumah untuk menjarah makanan.
ARIS ANDRIANTO