TEMPO.CO, Surabaya - Setiawan Joko Martono, 43 tahun, warga Siwalankerto Tengah, Kecamatan Wonocolo, Surabaya, yang berprofesi sebagai guru honorer di salah satu sekolah menengah pertama negeri di Surabaya harus mendekam di tahanan Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Sebab, Joko mencabuli enam anak didiknya yang rata-rata berumur 14 tahun.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Ajun Komisaris Besar Takdir Mattanete mengatakan enam siswi itu mengikuti les atau ekstrakurikuler musik dengan tersangka sejak Desember 2014 hingga Mei 2015 pukul 15.00-17.00 di Gedung Taman Kanak-kanak Kasih Ibu, Jalan Siwalankerto Wonocolo, Surabaya. “Di tempat les itulah, tersangka mencabuli enam siswi itu,” kata Takdir kepada wartawan di lokasi, Minggu, 5 Juli 2015.
Menurut Takdir, penangkapan tersangka berawal dari laporan para orang tua korban yang datang beramai-ramai ke Polrestabes Surabaya. Selanjutnya polisi menangkap tersangka.
Dalam laporannya, enam anak telah dicabuli oleh guru les musiknya. Modusnya, tersangka menyuruh muridnya itu masuk ke ruangan musik satu per satu. Selanjutnya pintu ditutup dan siswi itu dicabuli.
Dengan alasan memiliki indra keenam, tersangka mengaku ingin membersihkan semua masalah yang melekat pada diri korban supaya sukses pada masa yang akan datang. Syaratnya, baju korban harus dilepas. Tersangka berkali-kali melakukan aksinya itu dengan memaksa korban.
Setelah baju korban dilepas, tersangka lalu melecehkan. “Perlakuan itu sekitar lima kali,” ujar Takdir.
Sedangkan korban, tutur dia, tidak berani menceritakan kepada orang tuanya karena diancam tidak akan dinaikkan kelas apabila menceritakan peristiwa itu kepada siapa pun. Akibatnya, tersangka leluasa memuaskan nafsunya.
Tersangka Setiawan mengaku melakukan itu karena khilaf. Biasanya dia melakukan pencabulan itu di tempat les musiknya. Selanjutnya pria yang memiliki istri dan anak ini melakukan masturbasi di rumahnya dengan cara membayangkan apa yang telah dilakukannya. “Saya khilaf,” katanya singkat.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancamannya, penjara 5-15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 juta.
MUHAMMAD SYARRAFAH