TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus korupsi proyek Gardu Induk Jawa-Bali-Nusa Tenggara pada 2011-2013, Dahlan Iskan, datang bersama kuasa hukum barunya, Yusril Ihza Mahendra, ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Selasa, 16 Juni 2015. Dahlan dan Yusril tiba dan langsung menuju kantor Pidana Khusus Kejaksaan sekitar pukul 09.05.
"Saya mewakili Dahlan Iskan sebagai penasihat hukum beliau dalam pemeriksaan ini," kata Yusril.
Menurut Yusril, Dahlan datang pada pemanggilan hari ini untuk menunjukkan kerja samanya dengan tim penyidik Kejaksaan. Dalam pemeriksaan, mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara tersebut akan memaparkan fakta dan landasan hukum atas proyek senilai Rp 1,06 triliun yang berakhir mangkrak.
Yusril mengklaim, berdasarkan telaah tim, sebenarnya tak ada pelanggaran aturan, korupsi, dan kerugian negara dalam proyek tersebut. Yusril mengklaim seluruh proses anggaran dan pelaksanaan proyek telah sesuai dengan norma. Setidaknya pada masa kepemimpinan Dahlan. "Menurut Badan Pemeriksa Keuangan, tak ada kerugian negara," ujar Yusril.
Dahlan hadir mengenakan pakaian berwarna cokelat sembari menenteng sebuah novel. Dahlan menolak berkomentar dan lebih banyak tersenyum. Dia selalu menunjuk Yusril setiap wartawan melontarkan pertanyaan.
Proyek diduga bermasalah sejak Dahlan meneken Surat Pertanggungjawaban Mutlak atau SPTJM yang berisi klaim tanah di Cilegon Baru II, Kedinding, New Eilingi, dan Surabaya Selatan telah bebas. Padahal saat itu seluruh tanah tersebut masih bermasalah. Surat itu dikirimkan ke Kementerian Keuangan saat pengajuan keempat, setelah ditolak tiga kali akibat masalah status tanah. Kementerian akhirnya setuju anggaran pembangunan gardu induk secara multiyears.
Dahlan kemudian meminta dispensasi pencairan dana dari progres fisik ke material on site untuk mengakali penyerapan anggaran maksimal. Sesuai Pasal 89 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 54, proyek gardu listrik seharusnya berdasarkan material yang terpasang. Faktanya, pembayaran dan pembelian barang dilakukan, tapi gardu tak pernah selesai.
Hingga saat ini, proyek tersebut tak bisa dilanjutkan dan digunakan. Selain Dahlan, 15 orang dari pihak pemerintah dan swasta telah menjadi tersangka. Kejaksaan Tinggi bahkan memberikan sinyal akan ada tersangka lain setelah Dahlan.
FRANSISCO ROSARIANS