TEMPO.CO, Banyuwangi - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada hari ini, Selasa 9 Juni 2015, dijadwalkan memeriksa dua jaksa penyidik Kejaksaan Negeri Banyuwangi. Keduanya diadukan telah melakukan pemerasan.
Penyelidikan atas kasus pengaduan ini dilakukan oleh dua Asisten Pengawas. Mereka sudah tiba dan telah melakukan pemeriksaan sejak Senin sore 8 Juni 2015. “Mengklarifikasi seperti yang ramai di pemberitaan,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Banyuwangi Muchammad Arief Abdillah, menolak berpanjang lebar, Selasa 9 Juni.
Dugaan pemerasan tersebut berkaitan dengan kasus penyelidikan korupsi bedah rumah miskin. Satu saksi, Misri, mengaku dimintai uang sebesar Rp 60 juta oleh dua jaksa penyidik yakni Alseus Salakory dan Ari Dewanto. Pemilik toko bangunan UD Pondok Kresna itu lalu melaporkan pemerasan tersebut pada Kejaksaan Tinggi pada pertengahan Mei 2015 lalu.
Senin sore kemarin, Kejati memeriksa tiga orang pelapor yakni Misri, Kordinator Aliansi Rakyat Miskin Muhammad Helmy, dan Ketua Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia Framada Hendri Saputra. Seorang lainnya yang juga dimintai keterangan adalah Kepala Biro Berita Metro Gatut Imawan yang memuat berita dugaan pemerasan jaksa itu.
Pemeriksaan berlangsung hingga Senin malam. Sejatinya pemeriksaan itu terangkai dengan upaya konfrontir dengan terlapor yakni Alseus Salakory dan Ari Dewanto pada hari ini.
Misri bercerita, pemerasan itu terjadi pada 2013 saat penyidikan kasus bedah rumah dimulai. Alseus secara bertahap meminta uang Rp 25 juta dan Rp 15 juta, sedangkan Ari Dewanto Rp 20 juta. Alseus meminta uang tersebut disertai ancaman akan menjadikan Misri sebagai tersangka. Uang tersebut diserahkan Misri di rumah dinas Alseus.
Sedangkan Ari Dewanto berdalih uang tersebut dipinjam. “Tapi sampai sekarang belum dikembalikan,” kata Misri. Menurutnya dia akhirnya berani melapor karena tak punya uang lagi. “Kalau saya turuti, mereka minta hingga Rp 100 juta lebih,” katanya.
Pada akhir 2013, Kejaksaan Banyuwangi menyelidiki dugaan korupsi bedah rumah milik 126 warga miskin di Desa Banjarsari sebesar Rp 975 juta. Dana tersebut seharusnya disalurkan ke UD Pondok Tresno milik Misri sebagai penyedia material bangunan dalam proyek tersebut.
Namun kenyataannya, Misri hanya menerima dana Rp 375 juta. Jatah material bangunan yang seharusnya Rp 7,5 juta pun menyusut hingga Rp 2 juta.
Kejaksaan kemudian menetapkan dua tersangka atas kasus itu yakni Kordinator Tim Pendamping warga pemenerima bantuan, Sulihyono, dan bekas Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Anggrid Mardjoko.
IKA NINGTYAS