TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Dahlan Iskan,ogah menjelaskan ihwal pemeriksaannya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun 2011-2013. Ia diperiksa sekitar lima jam, dari pukul 09.00 hingga 14.20 WIB.
"Sebagai saksi, hanya ditanyai tentang apa yang terjadi," kata Dahlan seusai pemeriksaan, Jumat, 5 Juni 2015.
Ia emoh memaparkan secara detail proyek yang diajukannya dalam anggaran multiyear dengan nilai Rp 1,06 triliun itu ke Kementerian Keuangan. Ia justru melempar wartawan untuk meminta konfirmasi kepada penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ihwal kaitan perannya sebagai kuasa pengguna anggaran dalam kasus tersebut. "Tanya jaksa," katanya. (Baca: Tak Cuma Gardu Listrik, Dahlan Diincar Juga Soal Proyek Sawah)
Dahlan terus menghindar dari pertanyaan wartawan yang mengikutinya sejak dari pintu kantor Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Setelah menerobos kerumunan wartawan, Dahlan sempat naik mobil sedan yang dikira miliknya. Padahal itu adalah mobil sedan Toyota Camry milik Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman.
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara tersebut juga bungkam saat ditanya tentang kemungkinan dia menjadi tersangka. Ia hanya tersenyum kecil sambil mendekati mobil pribadinya di muka gerbang kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Dahlan langsung duduk di kursi penumpang bagian depan sedan mewahnya. "Saya sudah memberikan kesaksian semuanya," katanya.
Adapun Kejaksaan sudah mencegah Dahlan pergi ke luar negeri, bahkan untuk keperluan pengobatan. Kejaksaan masih belum menahannya dengan alasan dia bersikap kooperatif dan tak akan menghilangkan barang bukti.(Baca: Alasan Kejaksaan Dahlan Jadi Tersangka Kasus Gardu Listrik)
Dahlan sebagai kuasa pengguna anggaran mengeluarkan surat pertanggungjawaban mutlak yang berisi klaim pembebasan lahan di Cilegon Baru II, Kedinding, New Wlingi, dan Surabaya Selatan untuk mendapat persetujuan Kementerian Keuangan atas anggaran multiyear senilai Rp 1,06 triliun. Faktanya, semua tanah tersebut belum bebas.
Tak hanya itu, Dahlan juga merekayasa penyerapan anggaran dengan meminta dispensasi pembayaran jasa konstruksi yang seharusnya berdasarkan kemajuan pembangunan fisik menjadi berdasarkan pembelian barang. Hal ini dilakukan karena Dahlan sadar penyerapan anggaran sangat kecil terhadap titik proyek yang lahannya belum bebas.
Karena itu, perusahaan rekanan bisa meminta dana untuk membeli barang meski tak bisa membangun akibat lahan belum bebas.
FRANSISCO ROSARIANS