TEMPO.CO, Yogyakarta - Sriyono Hadi Putro, pengusaha properti asal Sukoharjo, membuka galeri Langit Art Space di Yogyakarta. “Ini impian saya sejak lama,” katanya kepada Tempo, Selasa, 2 Juni 2015.
Ruang pamer itu berada di Sonosewu, Bantul. Lokasi semula adalah sebuah rumah tua. Komo--demikian Sriyono disapa--membelinya dan memugar menjadi gedung empat lantai. Dua lantai pertama menjadi ruang pamer utama tanpa sekat. Adapun dua lantai di atasnya berisi sejumlah ruangan yang berfungsi sebagai kantor.
Selain pengusaha, Komo juga seorang kolektor benda seni. Dia mengaku mulai tertarik mengoleksi benda seni sejak 1998. Kebanyakan benda seni miliknya adalah lukisan. “Kira-kira sudah ada ratusan (lukisan),” ucapnya.
Kecintaan pada benda seni dan pergaulan dengan sejumlah seniman yang menjadi alasan Komo mendirikan galeri. “Mereka yang memberi semangat saya,” ujarnya. Dia mengibaratkan ruang pamer itu sebagai lapangan futsal. “Silakan seniman yang bermain.”
Rencananya, pembukaan Langit Art Space itu akan ditandai dengan pameran perdana berjudul Bumi Masih Berputar, 3 Juni-3 Juli 2015. Pameran bersama itu diikuti sebelas perupa, yakni Agapetus A. Kristiandana, Anggar Prasetyo, Dyan Anggraini, Joko Sulistiono, Komraden Haro, Laksmi Shitaresmi, Made Toris Mahendra, M. Ihsan, Nofria Doni Fitri (fotografer), Priyaris Munandar, dan Wayan Upadana.
Di Yogyakarta, sejumlah ruang seni “mati”, tapi galeri baru bermunculan. Komo menyadari fenomena itu. Namun dia optimistis, dengan adanya kerja sama yang baik bersama para seniman, Langit Art Space bisa bertahan dan memberikan alternatif bagi perkembangan seni rupa di Yogyakarta.
Langit Art Space mengusung platform ruang seni berbasis kebudayaan lokal. Dalam pembukaan pameran perdananya, Langit akan mementaskan seni tradisi: bergodo wirasaba, barongsai, liong, dan gejok lesung.
ANANG ZAKARIA