TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengkritisi pemerintah yang baru bertindak setelah ada temuan beras palsu di pasaran. "Setelah ada kasus baru pemerintah uji lab, padahal uji itu harusnya rutin dilakukan," kata Sudaryatmo saat dihubungi, Kamis, 21 Mei 2015.
Uji laboratorium, ucap Sudaryatmo, setidaknya dilakukan secara reguler tiap 2-3 bulan sekali. Dengan demikian, bila ditemukan produk berbahaya di pasaran, produk itu dapat langsung ditarik.
Baca Juga:
Saat ini, masyarakat dihebohkan dengan beredarnya beras palsu dari plastik. Informasi tentang beras sintetis mencuat setelah seorang warga Bekasi, Dewi, mengungkapkan telah membeli beras yang diduga bercampur beras plastik. Pedagang bubur itu membeli enam liter beras dengan harga Rp 8 ribu per liter. Saat dimasak menjadi bubur, Dewi merasa ada kejanggalan pada beras itu.
Menurut Sudaryatmo, pengawasan keamanan beras masih lemah terutama untuk beras curah. Selain itu, beras kemasan yang tidak dikemas oleh pabrik melainkan pedagang sendiri juga harus diwaspadai karena tak ada jaminan register dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pengawasan, dia melanjutkan, seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebagai ujung tombak. Walau begitu, pemerintah daerah hingga saat ini belum mengalokasikan anggaran untuk pengawasan.
"Tidak ada political will untuk mengalokasikan anggaran pengawasan, bahkan di DKI Jakarta."
YLKI juga berencana melakukan pengujian mandiri atas sampel beras yang beredar di pasaran. Mereka akan memeriksa kandungan pemutih klorin dan barang berbahaya lainnya di dalam beras.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA