TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengurus Pusat Partai Persatuan Pembangunan kubu Romahurmuziy menginstruksikan kadernya untuk menolak wacana revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada. PPP akan memberi sanksi jika kader di parlemen menerima wacana tersebut.
"Kami jelas menolak wacana itu, dan sesuai kebijakan partai jika ada yang membangkang akan kami beri sanksi bahkan PAW (pergantian antar-waktu)," kata Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan PPP Rusli Effendi di kantor DPP PPP Tebet, Jakarta, 17 Mei 2015.
PPP menolak rencana revisi Undang-Undang Pilkada karena dianggap memenuhi kepentingan politik kelompok tertentu, yaitu koalisi non-pemerintah. Selain itu, PPP menilai revisi bukan kebutuhan mendesak karena pemerintah baru saja mengesahkan undang-undang tersebut. "Itu hanyalah bentuk kepanikan politik karena khawatir tidak bisa ikut pilkada," ujar Rusli.
Komisi Pemilihan Umum telah menerbitkan peraturan KPU mengenai keikutsertaan partai politik yang diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai peserta pemilihan kepala daerah. KPU menolak rekomendasi DPR yang meminta pemilihan kepala daerah diikuti oleh partai politik yang kepengurusannya disahkan oleh proses pengadilan terakhir.
Akibatnya, Komisi Pemerintahan DPR mendesak pemerintah melakukan revisi terbatas atas Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Tak hanya soal pencalonan, DPR berencana merevisi soal kewenangan KPU.
Rencananya, besok Presiden Joko Widodo akan melakukan konsultasi dengan DPR terkait dengan wacana revisi ini. Wakil Sekretaris Jenderal PPP Ahmad Baedlowi yakin pemerintah menolak wacana tersebut. "Kami dari Koalisi Indonesia Hebat sudah konsultasi dengan Presiden soal itu pekan lalu," tuturnya.
PUTRI ADITYOWATI