TEMPO.CO , Bengkulu: Perjuangan Susita, 23 tahun, guru yang hanya bergaji lima buah gorengan atau Rp 5.000 per jam, untuk menyelesaikan sekolah tidaklah mudah. Susi rela jauh dari orang tua, bekerja agar dapat menyelesaikan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Saya bekerja di rumah kenalan saudara saya, yang kebetulan adalah seorang kepala sekolah yang bersedia membiayai sekolah saya,” kata Susita, Jumat, 15 Mei 2015.
Untuk dapat sekolah dan tumpangan tempat tinggal, Susi membantu pekerjaan rumah tangga di rumah kepala sekolahnya. Saat itu Susi setiap pagi melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga mulai dari mencuci, membersihkan rumah hingga memasak kemudian siang harinya baru sekolah.
Dia tidak malu atas apa yang harus dijalaninya. Sebab, bagi Susi sekolah memang sesuatu hal yang mahal bagi dirinya yang hanya anak seorang petani.
Orang tua Susi juga tidak muda lagi saat itu. Susi lahir dari keluarga sederhana dan memiliki cukup banyak saudara. Susi merupakan anak ke-enam dari tujuh bersaudara. Dari tujuh bersaudara hanya Susi yang berhasil menyelesaikan bangku kuliah. Sementara kakak-kakaknya hanya tamatan SMP dan SMA.
Susi tidak ingin mengalami nasib yang sama dengan saudaranya. Maka Susi bertekad agar dapat menyelesaikan sekolah.
Menurut Susi, nasib keluarganya hampir merata juga dialami oleh masyarakat di desanya. Sebagian besar anak terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya. Ditambah lagi di desa mereka belum ada sekolah yang dekat. Jika mau sekolah mereka harus keluar kampung.
“Untuk anak-anak yang tidak punya kendaraan mereka harus berjalan kaki. Saya saja dulu waktu SMP berjalan kaki sejauh 2 kilometer, jadi bagi yang tidak mampu kebanyakan malas meneruskan sekolah,” tutur Susi.
Hal ini pulalah yang melatar belakangi Susi, untuk mengabdi bagi desanya, meski untuk itu dia tidak mendapatkan gaji yang setimpal. Padahal kondisi ekonomi Susi bisa dibilang sederhana. Namun Susi mengatakan akan terus mengajar bagi anak-anak di sekolah gratis yang dirintis Zabur.
“Harapannya jika anak-anak desa kami mendapatkan pendidikan yang baik, mereka dapat memperbaiki kehidupan keluarganya, setidaknya dapat berguna bagi yang lain,” kata Susi.
PHESI ESTER JULIKAWATI